THS-THM UNIT KEPELATIHAN KHUSUS SMAK FRATERAN PODOR
Rabu, 08 Januari 2014
THS-THM UNIT KEPELATIHAN KHUSUS SMAK FRATERAN PODOR DALAM GAMBAR
Rabu, 18 Desember 2013
SELAYANG PANDANG THS-THM
SELAYANG
PANDANG THS-THM
1985-2011 disusun sebagai Dokumen Organisasi THS-THM dalam rangka audiensi dengan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta Mgr. Julius Cardinal Darmaatmadja, SJ. |
Salam Gloria !
Semangat pewartaan Sabda dan Cinta Kasih Allah menyongsong tahun 2000 di Jakarta telah diusahakan oleh sekelompok Muda-mudi Katolik sejak 10 Nopember 1985. Para remaja seminari (Calon Imam) yang kemudian bersama sejumlah Muda-mudi di Paroki St. Fransiskus Xaverius, Tanjungpriok ini memilih olahraga seni beladiri pencaksilat (warisan budaya bangsa) sebagai sarana mendalami iman Katolik, yang pada masa itu dan sampai kini masih dirindukan kehadirannya di tengah-tengah kegiatan Gerejawi. Para remaja ini telah beraktivitas selama lebih dari 12 tahun, menyatu dalam kegiatan-kegiatan di sebagian besar Paroki dan Sekolah Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Pasang surut kehidupan organisasi ini telah mewarnai bahkan menyita perhatian umat katolik KAJ termasuk para Imam, Rohaniwan-rohaniwati, dan di beberapa kesempatan juga melibatkan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta terdahulu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Kesempatan sangat membahagiakan yang baru pertama kali kami alami, yaitu beraudiensi dengan Bapa Uskup ini akan kami gunakan untuk bercerita mengenai banyak hal yang telah kami tekuni dan persembahkan bagi Gereja Allah sejak organisasi ini dibentuk. Oleh karena itu selain audiensi, kami juga menyajikan dokumen ini dalam rangka menjalin pertalian mesra "anak-anak" dengan "bapanya", sehingga keluarga besar THS-THM setelah belasan tahun mengembara, dapat semakin tinggi melambungkan harapan kiranya Allah Bapa di Surga melalui perantaraan Bapa Uskup berkenan mengakui keberadaan, merestui, dan akhirnya mendampingi setiap langkah kami. Harapan pendampingan yang kami impi-impikan hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, semoga semakin dapat mewujudkan suatu bentuk karya mensukseskan rencana-rencana dalam rangka membuat Tuhan Yesus dan Bunda Maria semakin dicintai di tengah gelombang dunia memasuki abad ke-21. Dokumen kerja THS-THM ini diawali dengan penggalan kisah umum mengenai THS-THM yang banyak diketahui umat di Indonesia, tidak terkecuali di KAJ. Kami menyajikan kisah berikut seperti juga dikisahkan oleh Dewan Pendiri THS-THM pada semua warga THS-THM di mana saja berada, yang kemudian juga disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkompenten dalam kiprah THS-THM di gereja dan masyarakat.
Semangat pewartaan Sabda dan Cinta Kasih Allah menyongsong tahun 2000 di Jakarta telah diusahakan oleh sekelompok Muda-mudi Katolik sejak 10 Nopember 1985. Para remaja seminari (Calon Imam) yang kemudian bersama sejumlah Muda-mudi di Paroki St. Fransiskus Xaverius, Tanjungpriok ini memilih olahraga seni beladiri pencaksilat (warisan budaya bangsa) sebagai sarana mendalami iman Katolik, yang pada masa itu dan sampai kini masih dirindukan kehadirannya di tengah-tengah kegiatan Gerejawi. Para remaja ini telah beraktivitas selama lebih dari 12 tahun, menyatu dalam kegiatan-kegiatan di sebagian besar Paroki dan Sekolah Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Pasang surut kehidupan organisasi ini telah mewarnai bahkan menyita perhatian umat katolik KAJ termasuk para Imam, Rohaniwan-rohaniwati, dan di beberapa kesempatan juga melibatkan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta terdahulu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Kesempatan sangat membahagiakan yang baru pertama kali kami alami, yaitu beraudiensi dengan Bapa Uskup ini akan kami gunakan untuk bercerita mengenai banyak hal yang telah kami tekuni dan persembahkan bagi Gereja Allah sejak organisasi ini dibentuk. Oleh karena itu selain audiensi, kami juga menyajikan dokumen ini dalam rangka menjalin pertalian mesra "anak-anak" dengan "bapanya", sehingga keluarga besar THS-THM setelah belasan tahun mengembara, dapat semakin tinggi melambungkan harapan kiranya Allah Bapa di Surga melalui perantaraan Bapa Uskup berkenan mengakui keberadaan, merestui, dan akhirnya mendampingi setiap langkah kami. Harapan pendampingan yang kami impi-impikan hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, semoga semakin dapat mewujudkan suatu bentuk karya mensukseskan rencana-rencana dalam rangka membuat Tuhan Yesus dan Bunda Maria semakin dicintai di tengah gelombang dunia memasuki abad ke-21. Dokumen kerja THS-THM ini diawali dengan penggalan kisah umum mengenai THS-THM yang banyak diketahui umat di Indonesia, tidak terkecuali di KAJ. Kami menyajikan kisah berikut seperti juga dikisahkan oleh Dewan Pendiri THS-THM pada semua warga THS-THM di mana saja berada, yang kemudian juga disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkompenten dalam kiprah THS-THM di gereja dan masyarakat.
Dewan Pendiri THS-THM
Suatu dewan yang beranggotakan para perintis dan pendiri serta pemrakarsa bentuk-bentuk idealisme kegiatan THS-THM. Mereka terdiri dari sebelas pria berikut ini : Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta); Dr. RMS Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta); St. Adi Satriyo Nugroho, SPd. (Timor Timur); YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta); Brigjen TNI (Purn) Ign. Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd. (Yogyakarta); Benediktus Wiharto, SH. (Bandung); Rm. AG. Luhur Prihadi, Pr. (Pematangsiantar); Rm. R. Heru Subyakto, Pr.(Magelang); Drs. Petrus Agus Salim (Jakarta); A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan) bersama dengan empat wanita berikut ini : Dra. MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta); Ibu Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta); M. Sri Selastiningsih, SE. (Jakarta). Dalam design yang diharapkan sebenarnya akan ada anggota pria dan wanita masing-masing dua belas orang dalam Dewan Pendiri. Angka 12 diturunkan dari jumlah rasul Yesus. Setiap anggota Dewan Pendiri ditentukan dengan pertimbangan seluruh anggota, tidak ada pemecatan terhadapnya, dapat keluar atas permintaan sendiri atau karena tindakan yang jelas bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM ini; seperti terjadi pada mantan anggota Dewan Pendiri : Rm. J. Sandharma Akbar, Pr. (Bogor) yang telah menjalankan kegiatan bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM; serta dua anggota lain yang karena suatu keadaan telah mengundurkan diri dengan baik dan tetap dikenang jasa dan kerjasamanya : Lettu (TNI) FP. Krisdaryadi (Surabaya) dan Ning Suyanto (Yogyakarta). Untuk memelihara jumlah anggota dewan suatu langkah penggantian dilakukan. Sebagian anggota dewan telah terlebih dahulu mempersiapkan kehadiran THS-THM sejak awal 1980-an : Frater Hadiwijaya, Dokter Haripurnomo dan Psikolog Emmy Putraningrum, serta para siswa seminari Mertoyudan yaitu Adi, Heru, Luhur, Lilik, Wiharto, Prasetyo dan Kris serta sejumlah murid seminari Mertoyudan lain. Beberapa individu pernah diperbincangkan untuk menjadi anggota dewan dan tidak diambil keputusan untuk menetapkannya.
Model organisasi
Dewan Pendiri yang telah terpanggil untuk mendirikan perkumpulan THS-THM ini sangat berharap buah kegiatan-kegiatan dalam THS-THM dapat dihayati sebaik-baiknya : seutuhnya menjadi seorang Indonesia yang beriman Katolik yang sehat jasmani, rohani dan sosial. Pembinaan iman merupakan tujuan utama organisasi. Ketentuan organisasi untuk memiliki seorang pastor moderator sungguh diusahakan dengan memohon penunjukkannya oleh Uskup setempat. THS-THM dalam segala kegiatannya hendaknya selalu berupaya mendapat bimbingan rohani dari pastor setempat. Dengan terang ajaran Gereja sungguh diharapkan anggota-anggota THS-THM menjadi warga negara Indonesia yang sebaik-baiknya. Dewan Pendiri sedang berupaya agar THS-THM menjadi resmi keberadaannya bagi Konferensi Waligereja Indonesia. Dewan Pendiri beserta anggota-anggota yang bergabung dengan setia ingin mempersembahkan suatu organisasi yang tertib kepada KWI. Sebagai suatu organisasi yang mempunyai seni beladiri pencaksilat sebagai ciri khas di antara gerakan-gerakan dalam Gereja, THS-THM wajar untuk mempertimbangkan diri mengikuti ikatan pencak silat nasional. Karena pembinaan iman merupakan yang utama dalam THS-THM maka meletakkan diri sebagai suatu gerakan dalam Gereja adalah kecenderungan utama dalam THS-THM. Di dalam berbagai lembaga, ada dorongan untuk mempertimbangkan apakah THS-THM ini berkategori olahraga atau rohani. THS-THM cenderung untuk menyatakan mempunyai kedua sifat olahraga dan rohani. Bila demi kepentingan administratif dalam suatu lembaga salahsatu kategori harus dipilih maka THS-THM memilih : kategori Rohani.
Kepribadian, tenaga dalam dan penyembuhan
Anggota-anggota THS-THM berlatih olahraga dan dengan tulus suci mendalami iman dan secara aktif menyadari diri berupaya menjalankan Sabda Tuhan. Dalam banyak keadaan sepatutnya orang memang bertanya tentang gejala-gejala yang terjadi seperti benda keras yang patah ketika dipukulkan pada tubuh anggota THS-THM, keletihan dan keputusasaan yang dialami seseorang dalam melakukan tindak dan kata yang tak jujur terhadap anggota THS-THM, penyembuhan yang terjadi pada beberapa kasus, dan sebagainya. Bagi anggota THS-THM keadaan itu diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Beberapa pihak mengira "tenaga dalam", "kesaktian" dan "kharisma penyembuhan" merupakan suatu daya yang menjadi "komoditas" THS-THM. Frater Hadiwijaya yang sedang belajar teologi, Dokter Haripurnomo yang sedang belajar dan mengajar di Fakultaas Kedokteran, dan Emmy Putraningrum yang adalah seorang psikolog, sejak awal pembinaan untuk dasar-dasar organisasi ini, sangat menyadari keberadaan gejala-gejala itu. Mereka, kemudian bersama siswa-siswa keluaran Seminari Mertoyudan yang menjadi anggota Dewan Pendiri, berteguh kepada prinsip olahraga dan doa. Kedisiplinan berlatih fisik beladiri, kedisiplinan berdoa, keteguhan berbuiat sesuai dengan ajaran Gereja merupakan hal utama. Diharapkan organisasi olahraga beladiri pencaksilat ini menjadi sarana untuk mlengkapi pembentukan kepribadian seutuhnya seorang seminaris, atapun orang muda Katolik pada umumnya. Hasil samping dari upaya latihan fisik dan latihan rohani yang tulus dan sungguh-sungguh perlu ditanggapi dengan suci. Frater Hadi, Dokter Hari dan Psikolog Emmy, dan kemudian seluruh Dewan Pendiri THS-THM, tidak menawarkan atau mengajarkan tenaga dalam, kesaktian atau kharisma penyembuhan yang tidak dapat dipetanggungjawabkan atau dijelaskan secara sistematik dalam paket kegiatan organisasi THS-THM. Upaya tulus dan sungguh-sungguh untuk meresapi Sabda Tuhan melalui ajaran Gereja dan latihan olahraga beladiri harus dipandang sebagai suatu kesatuan. Sungguh tidak diharapkan kecurigaan akan rahmat Tuhan yang mewujud pada kegiatan anggota THS-THM sebagai "kekuatan setan" pada keadaan dimana sudah dengan tulus suci dan sepenuhya sadar seseorang anak Gereja Katolik berlatih fisik sekaligus meresapi Sabda Tuhan dalam konteks Gereja Katolik dan dibawah bimbingan Iman Katolik. Sungguh tidak diharapkan tuduhan bahwa THS-THM membibitkan agresivitas dengan berolahraga beladiri. Pendapat sederhana anggota THS-THM: Kemampuan beladiri harus dijiwai dengan ajaran moral Gereja. Percikan filsafat dalam organisasi THS-THM yang bersifat Katolik ini, antara lain: Kemampuan beladiri setinggi-tingginya tercapai ketika dalam suatu pertentangan benturan fisik tidak terjadi. Juga, mengasihi sedemikian rupa hingga pertentangan tidak terjadi. Juga, karena mengasihi sesama maka segala daya kemampuan sedapat-dapatnya dibina agar dapat melayani sepenuh-penuhnya manakala diperlukan. Doa dalam THS-THM bukanlah mantra kesaktian melainkan pernyataan yang sadar akan kedekatan dengan Tuhan. Setiap gerak dalam beladiri THS-THM harus dilandasi dengan iman dan kerendahan hati seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus. THS-THM tidak melakukan klaim penyembuhan yang mistik yang tidak dapat diterangkan secara bersama. Hendaknya dapat dimengerti bahwa organisasi yang muda ini melayani juga beberapa individu yang baru bergabung yang seringkali sudah mempunyai pemahaman dan perangai pribadi yang berada pada jalur tenaga dalam, kesaktian dan kharisma penyembuhan yang berbeda dengan THS-THM. Sungguh diharapkan suatu pengertian bahwa dalam THS-THM individu-individu ini dilayani untuk melnjalani proses agar pada akhirnya berjalan searah bersama ilmu dan ajaran Gereja.
Meditasi, orang-orang dewasa dan pembinaan generasi muda.
Doa dan meditasi sudah selalu dilakukan oleh siswa-siswa Seminari Mertoyudan, yang berlatih beladiri pencaksilat, yang kemudian menjadi anggota Dewan Pendiri. Semula memang paket kegiatan beladiri, pendalaman iman, organisasi dan rekerasi, oleh para anggota Dewan Pendiri akan ditawarkan hanya kepada siswa dan mahasiswa seminari (itulah asal nama Tunggal Hati Seminari). Dengan segera disadari bahwa seminari perlu dimengerti dalam arti lebih inklusif: pembinaan generasi muda Katolik yang lebih luas. Ketika kemudian segera lebih disadari bahwa generasi muda itu meliputi putera maupun puteri, muncullah nama Maria. Kemudian, terjadilah nama THS-THM yang kini telah sangat mengakar bagi suatu kesatuan organisasi THS-THM. Ketika minat orang-orang dewasa timbul untuk bergabung, suatu penyederhanaan gerak perlu dilakukan. Banyak peserta dewasa tidak dapat memulai melakukan gerak olahraga beladiri pencaksilat secara penuh. Bagi orang-orang dewasa ini dalam THS-THM ditawarkan paket kegiatan meditasi. Meditasi THS-THM berwarna sama dengan olahraga beladiri pencaksilat THS-THM. Anak-anak muda tidaklah dilarang untuk mengikuti meditasi THS-THM. Memasuki pertengahan dekade 1990-an, penyederhanaan gerak secara nyata telah dipelopori oleh Dewan Pendiri bersama Kolonel TNI (Purn) Dr. Ign. Karmadji (alm.1996) beserta Ibu Yvonne Karmadji, pasangan suami isteri A. Sandiwan Suharto dan beberapa pasutri lain di KAJ. Penyederhanaan gerakan ini dimasyarakatkan melalui latihan rutin dan dikelola dalam wadah perkumpulan berbentuk paguyuban yang setelah dikaji secara mendalam diberi nama Doa dalam Gerak Meditasi AISURTO, berasal dari Jurus-jurus inti Beladiri Pencaksilat THS-THM: A, I, S, U, R, T, dan O. Kini paguyuban latihan ini sudah memasyarakat dalam bentuk pusat-pusat latihan di rumah kediaman sejumlah kecil Keluarga Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Karena dipandang bahwa pola pembinaan generasi muda perlu berada dalam suatu sistem yang memadai, maka dirasa perlu bahwa olahraga beladiri pencaksilat pada anak-anak muda dan meditasi pada orang-orang dewasa ada bersama dalam satu organisasi THS-THM. Anak dan orang tua ada bersama dalam organisasi THS-THM. Anak-anak muda yang kelak menjadi lebih tua tetap mempunyai wadah dalam THS-THM dengan paket kegiatan yang secara fisik tetap dapat dipenuhi dengan memadai. Dengan penuh kerendahan hati dan bersih dari hasrat pembebasan diri yang berlebihan, generasi muda memahami bahwa pembinaan mempunyai arti yang terbuka baik untuk membina diri maupun dibina dalam ajaran Gereja. Kesulitan ada pada individu-individu, muda maupun tua, yang berhasrat bebas diri yang terlalu besar hingga tidak mau dibatasi oleh aturan hidup bersama yang wajar dalam masyarakat, keluarga, organisasi maupun hirarki. Terhadap individu-individu ini sungguh sulit diterapkan arti pembinaan yang sesungguhnya justru sangat dibutuhkan.
Guru Besar dalam "perguruan" THS-THM
Sangat dipahami orang menanyakan siapa Guru Besar perguruan pencaksilat seperti THS-THM ini. Frater Hadi, sebagai pelatih pertama dan utama dalam pencaksilat THS-THM, beserta individu-individu yang mendampinginya secara sadar sejak dini tidak menghendaki keberadaan atribut seperti itu bagi pribadi manapun dalam THS-THM. Jurus-jurus pencaksilat dengan sadar dibangun bersama. Pertimbangan beladiri, anatomi serta fisiologi, psikologi dan teologi diolah dalam pembentukan jurus-jurus. Pertimbangan-pertimbangan keorganisasian diolah secara bersama. Salah seorang dari beberapa peneliti ilmiah atas THS-THM pernah menyampaikan kesan mendalamnya bahwa dalam "perguruan pencaksilat" ini tidak ada Guru Besar selain Yesus Kristus.
Buah-buah yang harus terus dikembangkan
Dengan rendah hati disampaikan bahwa buah yang benar dari misi THS-THM masih perlu terus dipantau, dengan pertolongan Roh Kudus. Penilaian yang jujur sungguh diperlukan dari pihak yang independen. Buah yang baik dan besar barulah merupakan sesuatu yang dianggap akan datang. Buah-buah kecil diantaranya dapat dijumpai di lapangan, seperti:
Suatu dewan yang beranggotakan para perintis dan pendiri serta pemrakarsa bentuk-bentuk idealisme kegiatan THS-THM. Mereka terdiri dari sebelas pria berikut ini : Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta); Dr. RMS Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta); St. Adi Satriyo Nugroho, SPd. (Timor Timur); YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta); Brigjen TNI (Purn) Ign. Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd. (Yogyakarta); Benediktus Wiharto, SH. (Bandung); Rm. AG. Luhur Prihadi, Pr. (Pematangsiantar); Rm. R. Heru Subyakto, Pr.(Magelang); Drs. Petrus Agus Salim (Jakarta); A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan) bersama dengan empat wanita berikut ini : Dra. MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta); Ibu Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta); M. Sri Selastiningsih, SE. (Jakarta). Dalam design yang diharapkan sebenarnya akan ada anggota pria dan wanita masing-masing dua belas orang dalam Dewan Pendiri. Angka 12 diturunkan dari jumlah rasul Yesus. Setiap anggota Dewan Pendiri ditentukan dengan pertimbangan seluruh anggota, tidak ada pemecatan terhadapnya, dapat keluar atas permintaan sendiri atau karena tindakan yang jelas bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM ini; seperti terjadi pada mantan anggota Dewan Pendiri : Rm. J. Sandharma Akbar, Pr. (Bogor) yang telah menjalankan kegiatan bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM; serta dua anggota lain yang karena suatu keadaan telah mengundurkan diri dengan baik dan tetap dikenang jasa dan kerjasamanya : Lettu (TNI) FP. Krisdaryadi (Surabaya) dan Ning Suyanto (Yogyakarta). Untuk memelihara jumlah anggota dewan suatu langkah penggantian dilakukan. Sebagian anggota dewan telah terlebih dahulu mempersiapkan kehadiran THS-THM sejak awal 1980-an : Frater Hadiwijaya, Dokter Haripurnomo dan Psikolog Emmy Putraningrum, serta para siswa seminari Mertoyudan yaitu Adi, Heru, Luhur, Lilik, Wiharto, Prasetyo dan Kris serta sejumlah murid seminari Mertoyudan lain. Beberapa individu pernah diperbincangkan untuk menjadi anggota dewan dan tidak diambil keputusan untuk menetapkannya.
Model organisasi
Dewan Pendiri yang telah terpanggil untuk mendirikan perkumpulan THS-THM ini sangat berharap buah kegiatan-kegiatan dalam THS-THM dapat dihayati sebaik-baiknya : seutuhnya menjadi seorang Indonesia yang beriman Katolik yang sehat jasmani, rohani dan sosial. Pembinaan iman merupakan tujuan utama organisasi. Ketentuan organisasi untuk memiliki seorang pastor moderator sungguh diusahakan dengan memohon penunjukkannya oleh Uskup setempat. THS-THM dalam segala kegiatannya hendaknya selalu berupaya mendapat bimbingan rohani dari pastor setempat. Dengan terang ajaran Gereja sungguh diharapkan anggota-anggota THS-THM menjadi warga negara Indonesia yang sebaik-baiknya. Dewan Pendiri sedang berupaya agar THS-THM menjadi resmi keberadaannya bagi Konferensi Waligereja Indonesia. Dewan Pendiri beserta anggota-anggota yang bergabung dengan setia ingin mempersembahkan suatu organisasi yang tertib kepada KWI. Sebagai suatu organisasi yang mempunyai seni beladiri pencaksilat sebagai ciri khas di antara gerakan-gerakan dalam Gereja, THS-THM wajar untuk mempertimbangkan diri mengikuti ikatan pencak silat nasional. Karena pembinaan iman merupakan yang utama dalam THS-THM maka meletakkan diri sebagai suatu gerakan dalam Gereja adalah kecenderungan utama dalam THS-THM. Di dalam berbagai lembaga, ada dorongan untuk mempertimbangkan apakah THS-THM ini berkategori olahraga atau rohani. THS-THM cenderung untuk menyatakan mempunyai kedua sifat olahraga dan rohani. Bila demi kepentingan administratif dalam suatu lembaga salahsatu kategori harus dipilih maka THS-THM memilih : kategori Rohani.
Kepribadian, tenaga dalam dan penyembuhan
Anggota-anggota THS-THM berlatih olahraga dan dengan tulus suci mendalami iman dan secara aktif menyadari diri berupaya menjalankan Sabda Tuhan. Dalam banyak keadaan sepatutnya orang memang bertanya tentang gejala-gejala yang terjadi seperti benda keras yang patah ketika dipukulkan pada tubuh anggota THS-THM, keletihan dan keputusasaan yang dialami seseorang dalam melakukan tindak dan kata yang tak jujur terhadap anggota THS-THM, penyembuhan yang terjadi pada beberapa kasus, dan sebagainya. Bagi anggota THS-THM keadaan itu diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Beberapa pihak mengira "tenaga dalam", "kesaktian" dan "kharisma penyembuhan" merupakan suatu daya yang menjadi "komoditas" THS-THM. Frater Hadiwijaya yang sedang belajar teologi, Dokter Haripurnomo yang sedang belajar dan mengajar di Fakultaas Kedokteran, dan Emmy Putraningrum yang adalah seorang psikolog, sejak awal pembinaan untuk dasar-dasar organisasi ini, sangat menyadari keberadaan gejala-gejala itu. Mereka, kemudian bersama siswa-siswa keluaran Seminari Mertoyudan yang menjadi anggota Dewan Pendiri, berteguh kepada prinsip olahraga dan doa. Kedisiplinan berlatih fisik beladiri, kedisiplinan berdoa, keteguhan berbuiat sesuai dengan ajaran Gereja merupakan hal utama. Diharapkan organisasi olahraga beladiri pencaksilat ini menjadi sarana untuk mlengkapi pembentukan kepribadian seutuhnya seorang seminaris, atapun orang muda Katolik pada umumnya. Hasil samping dari upaya latihan fisik dan latihan rohani yang tulus dan sungguh-sungguh perlu ditanggapi dengan suci. Frater Hadi, Dokter Hari dan Psikolog Emmy, dan kemudian seluruh Dewan Pendiri THS-THM, tidak menawarkan atau mengajarkan tenaga dalam, kesaktian atau kharisma penyembuhan yang tidak dapat dipetanggungjawabkan atau dijelaskan secara sistematik dalam paket kegiatan organisasi THS-THM. Upaya tulus dan sungguh-sungguh untuk meresapi Sabda Tuhan melalui ajaran Gereja dan latihan olahraga beladiri harus dipandang sebagai suatu kesatuan. Sungguh tidak diharapkan kecurigaan akan rahmat Tuhan yang mewujud pada kegiatan anggota THS-THM sebagai "kekuatan setan" pada keadaan dimana sudah dengan tulus suci dan sepenuhya sadar seseorang anak Gereja Katolik berlatih fisik sekaligus meresapi Sabda Tuhan dalam konteks Gereja Katolik dan dibawah bimbingan Iman Katolik. Sungguh tidak diharapkan tuduhan bahwa THS-THM membibitkan agresivitas dengan berolahraga beladiri. Pendapat sederhana anggota THS-THM: Kemampuan beladiri harus dijiwai dengan ajaran moral Gereja. Percikan filsafat dalam organisasi THS-THM yang bersifat Katolik ini, antara lain: Kemampuan beladiri setinggi-tingginya tercapai ketika dalam suatu pertentangan benturan fisik tidak terjadi. Juga, mengasihi sedemikian rupa hingga pertentangan tidak terjadi. Juga, karena mengasihi sesama maka segala daya kemampuan sedapat-dapatnya dibina agar dapat melayani sepenuh-penuhnya manakala diperlukan. Doa dalam THS-THM bukanlah mantra kesaktian melainkan pernyataan yang sadar akan kedekatan dengan Tuhan. Setiap gerak dalam beladiri THS-THM harus dilandasi dengan iman dan kerendahan hati seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus. THS-THM tidak melakukan klaim penyembuhan yang mistik yang tidak dapat diterangkan secara bersama. Hendaknya dapat dimengerti bahwa organisasi yang muda ini melayani juga beberapa individu yang baru bergabung yang seringkali sudah mempunyai pemahaman dan perangai pribadi yang berada pada jalur tenaga dalam, kesaktian dan kharisma penyembuhan yang berbeda dengan THS-THM. Sungguh diharapkan suatu pengertian bahwa dalam THS-THM individu-individu ini dilayani untuk melnjalani proses agar pada akhirnya berjalan searah bersama ilmu dan ajaran Gereja.
Meditasi, orang-orang dewasa dan pembinaan generasi muda.
Doa dan meditasi sudah selalu dilakukan oleh siswa-siswa Seminari Mertoyudan, yang berlatih beladiri pencaksilat, yang kemudian menjadi anggota Dewan Pendiri. Semula memang paket kegiatan beladiri, pendalaman iman, organisasi dan rekerasi, oleh para anggota Dewan Pendiri akan ditawarkan hanya kepada siswa dan mahasiswa seminari (itulah asal nama Tunggal Hati Seminari). Dengan segera disadari bahwa seminari perlu dimengerti dalam arti lebih inklusif: pembinaan generasi muda Katolik yang lebih luas. Ketika kemudian segera lebih disadari bahwa generasi muda itu meliputi putera maupun puteri, muncullah nama Maria. Kemudian, terjadilah nama THS-THM yang kini telah sangat mengakar bagi suatu kesatuan organisasi THS-THM. Ketika minat orang-orang dewasa timbul untuk bergabung, suatu penyederhanaan gerak perlu dilakukan. Banyak peserta dewasa tidak dapat memulai melakukan gerak olahraga beladiri pencaksilat secara penuh. Bagi orang-orang dewasa ini dalam THS-THM ditawarkan paket kegiatan meditasi. Meditasi THS-THM berwarna sama dengan olahraga beladiri pencaksilat THS-THM. Anak-anak muda tidaklah dilarang untuk mengikuti meditasi THS-THM. Memasuki pertengahan dekade 1990-an, penyederhanaan gerak secara nyata telah dipelopori oleh Dewan Pendiri bersama Kolonel TNI (Purn) Dr. Ign. Karmadji (alm.1996) beserta Ibu Yvonne Karmadji, pasangan suami isteri A. Sandiwan Suharto dan beberapa pasutri lain di KAJ. Penyederhanaan gerakan ini dimasyarakatkan melalui latihan rutin dan dikelola dalam wadah perkumpulan berbentuk paguyuban yang setelah dikaji secara mendalam diberi nama Doa dalam Gerak Meditasi AISURTO, berasal dari Jurus-jurus inti Beladiri Pencaksilat THS-THM: A, I, S, U, R, T, dan O. Kini paguyuban latihan ini sudah memasyarakat dalam bentuk pusat-pusat latihan di rumah kediaman sejumlah kecil Keluarga Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Karena dipandang bahwa pola pembinaan generasi muda perlu berada dalam suatu sistem yang memadai, maka dirasa perlu bahwa olahraga beladiri pencaksilat pada anak-anak muda dan meditasi pada orang-orang dewasa ada bersama dalam satu organisasi THS-THM. Anak dan orang tua ada bersama dalam organisasi THS-THM. Anak-anak muda yang kelak menjadi lebih tua tetap mempunyai wadah dalam THS-THM dengan paket kegiatan yang secara fisik tetap dapat dipenuhi dengan memadai. Dengan penuh kerendahan hati dan bersih dari hasrat pembebasan diri yang berlebihan, generasi muda memahami bahwa pembinaan mempunyai arti yang terbuka baik untuk membina diri maupun dibina dalam ajaran Gereja. Kesulitan ada pada individu-individu, muda maupun tua, yang berhasrat bebas diri yang terlalu besar hingga tidak mau dibatasi oleh aturan hidup bersama yang wajar dalam masyarakat, keluarga, organisasi maupun hirarki. Terhadap individu-individu ini sungguh sulit diterapkan arti pembinaan yang sesungguhnya justru sangat dibutuhkan.
Guru Besar dalam "perguruan" THS-THM
Sangat dipahami orang menanyakan siapa Guru Besar perguruan pencaksilat seperti THS-THM ini. Frater Hadi, sebagai pelatih pertama dan utama dalam pencaksilat THS-THM, beserta individu-individu yang mendampinginya secara sadar sejak dini tidak menghendaki keberadaan atribut seperti itu bagi pribadi manapun dalam THS-THM. Jurus-jurus pencaksilat dengan sadar dibangun bersama. Pertimbangan beladiri, anatomi serta fisiologi, psikologi dan teologi diolah dalam pembentukan jurus-jurus. Pertimbangan-pertimbangan keorganisasian diolah secara bersama. Salah seorang dari beberapa peneliti ilmiah atas THS-THM pernah menyampaikan kesan mendalamnya bahwa dalam "perguruan pencaksilat" ini tidak ada Guru Besar selain Yesus Kristus.
Buah-buah yang harus terus dikembangkan
Dengan rendah hati disampaikan bahwa buah yang benar dari misi THS-THM masih perlu terus dipantau, dengan pertolongan Roh Kudus. Penilaian yang jujur sungguh diperlukan dari pihak yang independen. Buah yang baik dan besar barulah merupakan sesuatu yang dianggap akan datang. Buah-buah kecil diantaranya dapat dijumpai di lapangan, seperti:
"Di
daerah ini THS-THM membuat muda-mudi mulai dekat dengan Injil"
"THS-THM
di sini menjauhkan anak-anak dari perbuatan minum-minuman keras"
"Anggota-anggota
THS-THM mau membawa pergi piring kotor dari meja makan dan mencucinya"
"Anggota-anggota
THS-THM mau bersukarela membantu persiapan misa"
"Saya
merasakan sebenarnya sungguh tidak mudah menahan diri agar tidak melakukan
kekerasan. Syukur bahwa saya telah berhasil menahan diri dan tidak menyamakan
diri dengan perilaku orang yang saya anggap tidak benar itu."
"Ketika
rekan-rekan buruh yang dipercayakan pada saya ditindas, untuk memperjuangkan
hak asasi mereka, saya mempertaruhkan karir saya."
"Anggota-anggota
THS-THM tanpa mewakili golongan manapun berada di tengah-tengah perjuangan para
relawan membantu korban era reformasi."
Beberapa perkara kecil lainnya yang diharapkan dari anggota-anggota THS-THM adalah : Ketekunan dan ketahanan dalam belajar di sekolah; usaha jujur untuk mendapat nilai sebaik-baiknya di sekolah; penghormatan kepada orang tua, guru dan senior yang telah berjasa; bantuan bagi orang tua pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana; persaudaraan; solidaritas dengan sesama terutama yang lebih lemah; kegembiraan bagi kebahagiaan kawan; dukungan yang tulus bagi kawan yang sedang mengalami kemalangan; pemilihan cara suci untuk mengatasi permasalahan; menghargai jasa kawan dan tidak melebihkan jasa diri; penangkalan terhadap segala kesombongan (fisik, material, sosial, intelektual, maupun rohani); percaya diri dan tidak takut menanggung kebenaran; dengan tulus mendamaikan dan membawa keceriaan bagi lingkungan. Berbagai kegiatan latihan disesuaikan dengan keadaan-keadaan setempat untuk membangun buah-buah kebajikan Kristiani itu. Paket olahraga beladiri pencaksilat, pendalaman iman, organisasi dan rekreasi dapat dan hendaknya memang dimanfaatkan untuk menghasilkan buah kebajikan itu. Sebagai salah satu dari pelbagai pola pembinaan rohani generasi muda Katolik, THS-THM menyadari perannya merupakan bahagian saja dari semua yang bergerak dalam Gereja Katolik. Karena kesadaran sebagai bahagian dari gerakan Gereja inilah maka THS-THM akan terus berupaya sebaik-baiknya mengembangkan hasil karya organisasi dalam jalurnya seperti sekarang ini. Karena THS-THM diakui mempunyai daya kemampuan untuk membawa generasi muda Katolik mencapai buah-buah kebajikan itu, maka sebenarnyalah diperlukan kesempatan lebih luas untuk eksistensinya dan uluran kerjasama dari semua pihak. Dalam segala keterbatasan dan kekurangan yang masih dimilikinya THS-THM sepatutnya lebih aktif menghimbau dan memperkenalkan diri.
Penyesuaian Struktur Organisasi THS-THM
Musyawarah Nasional I THS-THM di Muntilan tahun 1992, disadari sebagai tonggak sejarah profesionalisme dalam berorganisasi yang ingin ditegakkan. Ditandai dengan pengesahan AD/ART dan pembentukan kepengurusan tingkat nasional yang disebut Dewan Pimpinan Pusat, yang sebelumnya kendali organisasi ditangani langung oleh Dewan Pendiri. Kemandirian yang coba diwujudkan bagi THS-THM itu menimbulkan efek-efek yang berakibat bagi eksistensi THS-THM itu sendiri. Beberapa pihak mencermati bahwa THS-THM dengan performanya mencoba mengidentifikasi diri dalam organisasi kemasyarakatan atau profesional murni, sementara di beberapa pihak yang lain menterjemahkan hal tersebut sebagai usaha mendekatkan ajaran-ajaran Gereja pada masayarakat majemuk. Akibat dari disinformasi mengenai THS-THM sedikit banyak membawa dampak melemahnya animo anggota dan simpatisan latihan THS-THM. Organisasi ini, terutama di Jakarta menjalani "kemarau" berupa krisis kepercayaan anggota dan para pendukung-pendukung idealisme yang dahulu pernah sangat setia mendampingi THS-THM. Keadaan konkret berupa penolakan izin tempat latihan dari pihak Gereja maupun Sekolah Katolik yang bila diperbincangkan alasan-alasannya berpangkal pada sebuah pertanyaan semacam ini : "Apakah organisasimu ini sudah terdaftar pada Keuskupan Agung Jakarta?". Secara jujur dan rendah hati anggota-anggota THS-THM tidak mampu menjawab jenis pertanyaan di atas, dan dengan hati masgul menjinjing kembali tas kecil berisi Kitab Suci dan pakaian latihannya pulang ke rumah, lalu melakukan doa dan gerak beladiri di ruang belajar atau halaman belakang yang sempit. Menanggapi fenomena tersebut, para pengurus THS-THM bersama Dewan Pendiri, sesuai aturan organisasi mengadakan Musyawarah Nasional II dengan nuansa spiritual yang lebih kental sehingga dirubah istilahnya menjadi Retret Besar THS-THM. Pertemuan nasional tersebut menyepakati beberapa hal pokok terutama mengenai penyesuaian struktur organisasi yang telah berjalan selama 5 tahun dalam bentuk Dewan Pimpinan, dirubah menjadi bentuk Koordinatorat yang memiliki komando operasional terpenting di tingkat Distrik, yaitu regio THS-THM seluas/setingkat Keuskupan/Kesukupan Agung. Struktur demikian menghendaki pengurus Koordinatorat Distrik lebih mampu mengantisipasi segala bentuk kegiatan THS-THM dengan sepenuh-penuhnya di bawah naungan Keuskupan, kemudian juga Paroki-Paroki dan Lembaga-lembaga di bawahnya. Koordinatorat Nasional merupakan pengurus induk organisasi yang lebih mempedulikan semata-mata uniformitas dan kelestarian idealisme THS-THM sebagai unsur koordinasi dan distributor informasi bagi Distrik-Distrik THS-THM. Tanpa membuang maknanya, AD/ART digabungkan dan dirubah namanya menjadi Statuta, serta istilah-istilah lain yang kurang mencerminkan semangat atau nuansa Gerejawi disesuaikan. Maka dari itu, sesuai kapasitas organisasi dan dilandasi dengan kesadaran yang mendalam akan kerinduan memperoleh eksistensi formal kelembagaan bagi THS-THM di Jakarta, maka kami yang saat ini berdomisili sehingga menjadi umat Keuskupan Agung Jakarta mempersembahkan karya kaum muda Gereja yang sudah dirintis sejak belasan tahun lalu ini ke hadapan Tuhan melalui Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Cardinal Darmaatmadja, SJ. dalam audiensi dan Dokumen Tertulis ini.
Menanggapi situasi negara saat ini
Organisasi THS-THM, terutama di Keuskupan Agung Jakarta, sudah sangat berperan dalam menggalang kegiatan muda-mudi Katolik sejak organisasi ini berdiri. THS-THM memiliki kepedulian pada situasi yang dialami gereja dan bangsa Indonesia. Sesuai dengan semboyan "Pro Patria Et Ecclesia" maka THS-THM tergugah untuk turut menanggapi gejolak yang muncul di tengah-tengah bangsa Indonesia sejak awal tahun 1998. Panggilan hati nurani setiap anggota THS-THM untuk berkiprah dalam menampilkan patriotisme/militansi demi kemanusiaan mulai memuncak dan tidak dapat dibendung lagi sejak tragedi Mei 1998. Keluarga Besar THS-THM menyatukan semangat dengan setiap patriot negeri ini dalam wujud:
·
Bergabungnya
sebagian aktifis THS-THM dalam Tim Relawan untuk kemanusiaan asuhan Romo Ign.
Sandyawan, SJ. guna menolong korban fisik dan psikis tragedi Mei 1998.
·
Dikeluarkannya
himbauan dari Koordinatorat Nasional THS-THM untuk segenap keluarga besar
THS-THM di Indonesia untuk melakukan gerakan penghematan serta melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
·
Bergabungnya
sebagian mahasiswa anggota THS-THM di Jakarta dan kota-kota lainnya dalam aksi
demonstrasi dalam mengikuti arus reformasi, yang salah satunya menyebabkan
tewasnya salah satu anggota THS-THM : B.R. Norma Irmawan (Wawan), Mahasiswa
Unika Atma Jaya, pada Insiden Semanggi - Nopember 1998.
·
Bergabungnya
sebagian anggota THS-THM Jakarta dengan warga masyarakat dalam kontak informasi
untuk mengantisipasi menjaga rumah ibadat dan kompleks persekolahan/rumah sakit
Katolik menyusul tragedi Ketapang, Nopember 1998.
·
Bergabungnya
sebagian anggota THS-THM Kupang dan SoE dengan warga masyarakat dalam turut
menjaga rumah ibadat dan rumah warga umat Muslim seputar peristiwa kerusuhan
Kupang, Desember 1998.
- Dan peran serta anggota THS-THM dalam menaggapi
tuntutan reformasi negeri ini yang tidak dapat terdeteksi oleh pengurus
pusat THS-THM.
Oleh karena itu, keluarga besar THS-THM tanpa mengatasnamakan pengurus Koordinatorat Nasional, Koordinatorat Distrik Jakarta, maupun unsur-unsur kepengurusan THS-THM yang lain, memberanikan diri mempercepat persiapan kami dalam beraudiensi dengan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta, guna berdialog dan merumuskan suatu sikap yang dapat menenteramkan suasana hati segenap umat beragama di Indonesia. THS-THM yang sangat terbuka bagi upaya-upaya apa pun berkaitan dengan kedamaian umat manusia menyatakan S I A P bergabung bersama Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta beserta segenap Imam, Rohaniwan/wati, termasuk berbagai pihak yang sejalan dengan upaya kemanusiaan di Indonesia.
TUNGGAL HATI SEMINARI -
TUNGGAL HATI MARIA
Fortiter in Re, Suaviter in
Modo
Sejarah
THS-THM
Dewan Pendiri
dan Motto Perjuangan
Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta);
Dr. RMS Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta); St. Adi Satriyo Nugroho, SPd.
(Timor Timur); YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta); Brigjen TNI (Purn) Ign.
Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd. (Yogyakarta);
Benediktus Wiharto, SH. (Bandung); Rm. AG. Luhur Prihadi, Pr.
(Pematangsiantar); Rm. R. Heru Subyakto, Pr. (Magelang); Drs. Petrus Agus Salim
(Jakarta); A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan)
bersama dengan empat wanita berikut ini :
Dra. MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta); Ibu
Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta); M. Sri
Selastiningsih, SE. (Jakarta).
Kemudian berkibarlah bendera Beladiri Pencak
Silat Katolik Tunggal Hati Seminari, dengan motto perjuangannya "Pro
Patria et Ecclesia" - Demi Bangsa dan Gereja. Adapun cara
melaksanakan perjuangan kerasulannya adalah "Fortiter in Re Suaviter in
Modo" - Kokoh prinsip pendiriannya namun luwes lembut cara
mencapainya. Dengan kata lain, sikap yang mau ditampakkan yaitu sikap berani,
ulet dan rendah hati. Menghadapi kekerasan dan kekasaran - Berani. Bertemu
kebaikan dan kehalusan budi - itu yang dicari. Semua tindakan dan kegiatan
dipersembahkan hanya untuk kemuliaan kepada Tuhan.
organisasi THS semakin dikembangkan oleh para
seminaris sebagai panggilan. Mulailah THS ini berkembang ke paroki-paroki yang
lainnya, yaitu paroki St. Alfonsus, Pademangan dan Santa Anna, Duren Sawit.
Tidak ketinggalan sekolah-sekolah juga dimasuki, yaitu SMP St. Fransiskus II,
Cilincing; SMP Tarakanita I, II, III dan IV. THS dikembangkan oleh beberapa
Pastor, beberapa Suster, beberapa Frater, beberapa orang tua, beberapa
Seminaris dan sekelompok muda-mudi Katolik yang senang untuk membina anak muda.
Perkembangan
THS-THM
Tuhan bersabda melalui kitab suci, "Akulah
pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat
berbuat apa-apa". (Yoh. 15:5). Memasuki tahun 1987, jumlah anggota THS-THM
sudah mencapai lebih dari 2300 orang yang tersebar di kota-kota Jakarta,
Yogyakarta, Surakarta, Wonogiri, Muntilan, Bandung, Lampung dan Banjarmasin.
Dan sampai sekarang THS-THM terus berkembang seiring dengan bertambahnya waktu,
bahkan sampai keluar negeri.
(Sumber: buku pedoman acara Malam Cinta Tanah
Air 10 November 1990, HUT THS-THM)
Asas
Tunggal Hati Seminari dan Tunggal Hati Maria
berasaskan Pancasila dan beriman Katolik
Sifat
Kehidupan dan hubungan dalam THS-THM bersifat
kekeluargaaan, persaudaraan, kebersamaan dan kesetiakawanan dengan semangat
Katolik.
Visi
Visi THS-THM adalah terciptanya kader Katolik
Indonesia yang sejati.
Misi
Misi THS-THM adalah :
1. Memuliakan Tuhan Yesus dan Bunda Maria dengan
menjadi garam dan terang dunia
2. Mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia
3. Mengembangkan dan memperkuat komunitas basis di tempat-tempat kegiatan
4. Menjaga dan mengembangkan keberagaman budaya Indonesia
2. Mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia
3. Mengembangkan dan memperkuat komunitas basis di tempat-tempat kegiatan
4. Menjaga dan mengembangkan keberagaman budaya Indonesia
Kemandirian
Organisasi THS-THM dibentuk oleh rohaniwan
Katolik dan kaum awam Katolik secara mandiri dengan tidak berafiliasi pada
salah satu organisasi politik manapun
Tujuan
Tujuan THS-THM adalah sebagai
berikut:
a. membina dan mengembangkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sikap mental, nilai-nilai dan tingkah laku yang baik sehingga setiap
anggota THS-THM menemukan kepribadian/jatidirinya sendiri dalam beriman Katolik.
b. membina dan mengembangkan aspek olahraga, beladiri pencak
silat, mental spiritual, kebangsaan, seni budaya dan kesehatan dalam menuju
masyarakat yang berbudi pekerti luhur sebagai sarana pembangunan manusia
seutuhnya.
Fungsi
THS-THM berfungsi sebagai wadah perjuangan kaum
awam Katolik untuk mencapai tujuan organisasi dan pembinaan bagi
anggota-anggotanya.
Tugas
Pokok
Tugas Pokok THS-THM adalah:
a. Mengusahakan agar THS-THM beserta nilai-nilainya dapat menjadi
sarana untuk membangun manusia seutuhnya yang berketahanan jasmani dan rohani,
mampu membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
dan gereja.
b. Memantau, menampung, menyalurkan serta memperjuangkan
terwujudnya aspirasi seluruh jajaran THS-THM.
c. Merencanakan dan mengembangkan THS-THM beserta nilai-nilainya
untuk meningkatkan kemajuan sosial ekonomi, budaya, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Menggali, melestarikan, mengembangkan serta memasyarakatkan
kesenian yang berkembang dalam masyarakat Indonesia khususnya Pencak Silat
sebagai karya nyata yang memperkaya seni budaya nasional dan sumbangan bagi
seni beladiri universal.
Semboyan
Semboyan THS-THM adalah Pro Patria et Ecclesia
yang berarti “Untuk Tanah Air dan Gereja”.
Motto
Motto perjuangan THS-THM adalah Fortiter In Re,
Suaviter In Modo yang berarti “kokoh kuat dalam prinsip, luwes lembut cara
mencapainya”.
Janji
Prasetya
Janji Prasetya Anggota Organisasi Tunggal Hati
Seminari-Tunggal Hati Maria berbunyi:
Dengan kemauan sendiri dan itikad baik saya menyatakan:
bersedia menjadi anggota Organisasi Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria
dengan segala tanggung jawabnya. Apabila saya melanggar ketentuan yang telah
digariskan oleh organisasi maka saya bersedia dikeluarkan dari organisasi.
Maka saya berjanji:
1.
Bersedia menjadi pribadi yang
rendah hati
2.
Berani menjaga, membela dan
mengembangkan nama baik Organisasi
3.
Taat dan setia sampai mati
bagi Gereja Katolik Roma
4.
Bersedia taat dan patuh kepada
orang tua
5.
Menghayati dan mengamalkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Semoga Tuhan Yesus dan Bunda Maria berkenan
memberkati Janji Prasetya saya ini, Amin.
Janji Prasetya ini wajib dikumandangkan oleh
semua anggota pada setiap kegiatan THS-THM.
Sumber: Statuta THS-THM hasil
Sidang Nasional III tahun 2003.
Pendekar Katolik Sejati
TATA CARA PELAKSANAAN PEMBUKAAN RANTING BARU TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA
Gambar 1. Pembukaan THS-THM Unit Kepelatihan Frateran Podor
Gambar 2. Pendadaran Ranting Riangkemie
TATA CARA
PELAKSANAAN PEMBUKAAN RANTING BARU
TUNGGAL HATI
SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA
(Pedoman
Nasional THS-THM No 7 Tahun 2004)
Bab I PENDAHULUAN
A. Pengantar
Sehubungan
dengan perkembangan organisasi, terutama yang menyangkut pembukaan ranting-ranting
baru, timbul beberapa permasalahan yang pada dasarnya bersumber pada tidak
adanya kejelasan tentang tata cara pelaksanaan. Untuk menjawab permasalahan
tersebut Rapat Kerja Nasional Tahun 2004 mencoba membuat suatu pedoman tata
cara pembukaan ranting baru. Pedoman ini disusun setelah mempelajari pengalaman
masa lalu yang telah dan sedang membuka ranting baru. Usulan dan saran telah
diterima dari berbagai pihak, terutama dari para pelatih, anggota dan calon
anggota baru, maupun para Pastor Paroki.
Meskipun demikian harus diakui bahwa pedoman yang
disusun ini masih memiliki beberapa kekurangan di sana-sini. Untuk itu dengan
rendah hati perlu pembukaan diri untuk menerima usul, saran dan koreksi yang
sifatnya membangun, terutama dari para pelatih yang terus bertambah
pengalamannya.
B. Tujuan Pembukaan Ranting Baru
Tujuan utama Organisasi THS-THM membuka ranting baru
adalah untuk menyebarluaskan bentuk kegiatan ini ke segala penjuru. Dengan
semakin tersebarnya kegiatan ini akan makin banyak pula rekan-rekan seiman yang
bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan THS-THM. Dengan semakin banyak rekan
seiman yang bersedia bergabung dalam organisasi ini maka makin bertambah
luaslah persaudaraan kita. Kita akan memiliki Saudara yang tersebar di
mana-mana. Akhirnya di dalam semangat persaudaraan ini kita berusaha
mempersiapkan, melatih dan membuka diri menjadi pribadi-pribadi yang berwatak
luhur, cakap, pemberani, tetapi tetap rendah hati.
C. Waktu Pembukaan Ranting Baru
Harap dibedakan antara Pembukaan Ranting Baru dengan
Penerimaan Anggota Baru. Penerimaan Anggota Baru dilaksanakan secara serentak
di seluruh ranting setiap 6 (enam) bulan sekali, yakni pada bulan Januari dan
bulan Juli. Sedangkan Pembukaan Ranting Baru bisa dilaksanakan sewaktu-waktu
bila keadaan memungkinkan.
D. Syarat Pembukaan Ranting Baru
Pembukaan ranting baru bisa dilaksanakan di lingkungan
Paroki atau di lingkungan Sekolah, bila di Paroki atau Sekolah tersebut belum
ada kegiatan THS-THM. Jadi untuk tiap Paroki atau Sekolah hanya diperbolehkan
ada satu ranting THS-THM. Pada waktu mengajukan permohonan untuk pembukaan
ranting baru di Paroki atau di Sekolah tersebut harus ada sekurang-kurangnya
duabelas orang calon anggota. Selama berlangsungnya latihan untuk ranting baru
tersebut jumlah calon anggota bisa ditambah. Bila jumlah calon anggota putra
(THS) dan putri (THM) cukup banyak, latihan bisa dipisahkan menjadi dua
kelompok, yakni kelompok THS dan kelompok THM.
E. Tempat Pelaksanaan Latihan
Latihan bisa dilaksanakan di halaman / lapangan atau
di aula. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaksanaan latihan tidak
mengganggu dan terganggu orang lain.
F. Jadwal Latihan
Latihan dilaksanakan sekali atau dua kali seminggu.
Lama setiap latihan sekurang-kurangnya 2 (dua) jam. Waktu selama dua jam tersebut
diisi dengan kegiatan Pendalaman Iman, Beladiri, Berorganisasi dan Rekreasi.
G. Peresmian dan Persyaratan Ranting
Baru
Calon Ranting baru bisa mengajukan permohonan untuk
diresmikan sebagai ranting THS-THM bila telah berlatih selama
sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan dan telah memenuhi persyaratan sebagai
ranting resmi. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan administrasi,
keanggotaan, dan kemandirian, yang diuraikan berikut ini : 1. Persyaratan
Administrasi
a. Data
Ranting
Calon
ranting yang akan diresmikan wajib menyerahkan Data Ranting, yang formatnya
tercantum dalam lampiran. Data Ranting tersebut harus diserahkan bersama dengan
permohonan peresmian Ranting kepada Koordinatorat Distrik.
b. Dana
Solidaritas
Calon
ranting wajib menyerahkan dana solidaritas yang dikumpulkan satu kali dari para
calon anggota pada saat mereka mendaftar. Besarnya dana solidaritas adalah
jumlah kolekte pada misa/ibadat pembukaan ranting baru tersebut. Dana
solidaritas tersebut diserahkan untuk dijadikan Dana Abadi Organisasi yang
disetorkan langsung ke Rekening Dewan Pendiri THS-THM
c. Laporan
Kegiatan Ranting
Calon
ranting wajib menyerahkan Laporan Kegiatan Ranting setiap bulan sejak bulan
pertama latihan dilaksanakan. Format Laporan Kegiatan Ranting terdapat pada
lampiran.
2. Persyaratan Keanggotaan
Persyaratan keanggotaan adalah
persyaratan mengenai calon anggota yang akan menjadi anggota di calon ranting
yang baru.
a.
Pendadaran
Calon
anggota baru dari calon ranting baru wajib mengikuti pendadaran, yang secara
resmi selenggarakan oleh Koordinatorat Distrik, atau Koordinatorat Nasional,
atau Tim Pelatih/Pendadar yang ditugaskan untuk melaksanakan pendadaran bagi
calon anggota di ranting baru tersebut.
b.
Pelantikan
Jumlah calon
anggota aktif pada saat pengajuan peresmian ranting baru minimal 12 (dua belas)
orang. Calon anggota tersebut harus sudah mengikuti Pelantikan Anggota Baru
sebagai kelanjutan dari Pendadaran.
3. Persyaratan Kemandirian
Persyaratan kemandirian pada
prinsipnya merupakan kemampuan calon ranting tersebut melakukan kegiatan secara
mandiri tanpa dibantu lagi oleh pelatih
a. Pengurus
Sebagai
calon ranting mandiri, wajib membentuk suatu badan pengurus, yang disebut
Pengurus Praranting, yang kelengkapannya mengacu pada kelengkapan pengurus
Koordinatorat Ranting, seperti tercantum dalam Statuta. Pengurus Praranting
belum memiliki hak dan wewenang yang sama dengan Koordinatorat Ranting.
Pengurus Praranting mengurus
keperluan penyelenggaraan pusat kegiatan THS-THM sebagai calon ranting dan
bertanggung jawab kepada:
1) Koordinatorat Distrik di wilayah
Keuskupan-nya
2) Koordinatorat Distrik di
Keuskupan lain yang ditunjuk oleh Koordinatorat Nasional karena di wilayah
Keuskupan tempat calon ranting itu berada belum ada kegiatan THS-THM
3) Koordinatorat Ranting di wilayah
Keuskupan-nya yang ditunjuk oleh Koordinatorat Nasional karena belum terbentuk
Koordinatorat Distrik.
4) Koordinatorat Nasional bagi calon
ranting dari suatu wilayah Keuskupan yang belum ada kegiatan THS-THM, dalam
keadaan Koordinatorat Distrik terdekat tidak memungkinkan melakukan
pendampingan.
b. Pelatih
Calon
ranting baru harus mampu menyelenggarakan kegiatan secara mandiri tanpa
bergantung pada Pelatih yang bertugas/ditugaskan. Dalam kesempatan latihan
bersama di tingkat Distrik, calon ranting dapat mengutus beberapa calon anggota
yang dipandang memadai dipersiapkan menjadi pelatih, untuk mengikuti
pengembangan materi latihan.
c. Tempat
Latihan
Calon ranting baru harus memiliki tempat latihan yang
tetap dan legal, agar tidak terganggu dan mengganggu aktivitas pihak lain.
Bab II KEGIATAN LATIHAN RANTING BARU
A. Tujuan Latihan Ranting Baru
Tujuan utama latihan untuk ranting baru adalah
memperkenalkan bentuk dan cara kegiatan THS-THM dilaksanakan. Calon anggota
ranting baru sebagian besar belum tahu seluk-beluk kegiatan THS-THM. Selama
latihan awal berlangsung calon anggota akan semakin mengenal bentuk kegiatan
tersebut, sehingga pada waktunya nanti (setelah dilatih selama empat bulan)
mereka bisa melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri : tidak perlu pelatih
lagi.
B. Tugas Pelatih Ranting Baru
Sesuai
dengan tujuan latihan tersebut di atas, tugas pelatih adalah memperkenalkan
bentuk-bentuk kegiatan THS-THM dan membimbing calon anggota ranting baru agar
bisa melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri. Tugas lain yang perlu
dilaksanakan pelatih adalah memotivasi calon anggota ranting baru agar tetap
bersemangat dan senang melaksanakan kegiatan latihan.
Dalam
melaksanakan tugas memperkenalkan, membimbing, dan memotivasi ini tidak ada
cara tertentu yang harus diikuti oleh pelatih yang bersangkutan. Pelatih boleh
mengembangkan caranya sendiri sesuai dengan kemampuan dan situasi yang
dihadapinya. Targetnya adalah ranting baru bisa mandiri pada waktunya. Bila
pelatih mengalami kesulitan ia bisa minta bantuan kepada teman lain,
koordinator, pembimbing wilayah, atau senior yang lain.
C. Materi Latihan Ranting Baru
Materi
latihan untuk ranting baru meliputi materi Pendalaman Iman, Beladiri, dan
Organisasi. Materi Pendalaman Iman pada prinsipnya memperkenalkan dan
membiasakan calon anggota ranting baru dengan kegiatan pendalaman iman yang
meliputi : berdoa, membaca kitab suci, renungan, dan lain-lain. Materi Beladiri
berisi latihan dasar-dasar beladiri sesuai silabus materi beladiri THS-THM.
Sedangkan Materi Organisasi adalah pengetahuan tentang tata cara berorganisasi
seperti : kepemimpinan, ketrampilan dalam mengemukakan pendapat, berdiskusi,
memecahkan masalah bersama, pengetahuan tentang administrasi organisasi, dan
lain-lain. Hal yang tak boleh ditinggalkan dalam setiap kali latihan adalah
Rekreasi. Kegiatan rekreasi bisa disisipkan di antara waktu latihan materi yang
lain.
Yang perlu
diperhatikan dalam menyampaikan materi latihan adalah bahwa materi tersebut di
atas tidak harus selesai! Perlu diingat bahwa waktu untuk melatih ranting baru
hanya selama 4 (empat) bulan. Jadi sulitlah untuk menyelesaikan seluruh materi
dalam waktu yang sesingkat itu. Yang perlu dicapai dalam waktu sesingkat itu
adalah kemandirian ranting baru. Artinya, bila pada waktunya nanti pelatih
harus melepaskannya, ranting tersebut sudah bisa melaksanakan kegiatannya
sendiri tanpa harus dibimbing pelatih.
Bila ranting
tersebut sudah mampu mandiri dan diresmikan, tugas pembinan selanjutnya ada di
tangan para pengurus Distrik, seperti ranting-ranting lainnya. Jadi tugas
seorang pelatih hanya sampai pada memandirikan ranting baru. Selanjutnya bila
ranting tersebut sudah mampu berdiri sendiri, pelatih menyerahkannya kepada
Pengurus yang menugaskannya.
Untuk memudahkan tugas melatih, para pelatih akan
dibekali dengan pedoman kegiatan latihan untuk ranting baru. Meskipun demikian
para pelatih diharapkan untuk mampu mengadakan variasi dan perubahan sejauh
diperlukan.
D. Laporan Pelatih
Seorang atau sekelompok pelatih yang diberi tugas
membimbing suatu ranting baru wajib membuat laporan kepada Koordinatorat
Distrik mengenai perkembangan ranting yang dibimbingnya. Laporan ini berisi
tentang kegiatan latihan yang dilaksanakan di ranting tersebut, kemajuan yang
telah dicapai, hambatan dan kesulitan yang dihadapi, dan catatan-catatan lain
yang perlu diketahui oleh Koordinatorat Distrik.
E. Perpanjangan Waktu Latihan
Ranting Baru.
Setelah
dilatih selama empat bulan sebuah ranting baru diharapkan sudah mampu berdiri
sendiri. Tanda sebuah ranting baru mampu bediri sendiri adalah kalau ranting
tersebut sudah bisa melaksanakan Kegiatan Ranting Mandiri, dan jumlah anggota
aktifnya tidak kurang dari 12 (dua belas) orang. Bila setelah empat bulan
dilatih ternyata ranting tersebut belum juga mampu mandiri, maka waktu latihan
bisa diperpanjang selama 2 (dua) bulan lagi. Bila setelah waktu perpanjangan
ranting tersebut belum mampu juga untuk mandiri, pelatih ranting tersebut
bersama Koordinatorat Distrik harus mengadakan evaluasi yang menyeluruh untuk menentukan
langkah selanjutnya apakah latihan akan diteruskan atau akan dihentikan.
Bab III ACARA LATIHAN UNTUK RANTING BARU
A. Pengantar
Acara
latihan ini dibuat sebagai pegangan bagi pelatih yang diserahi tugas membuka
ranting baru. Dengan berpedoman pada cara ini pelatih diharapkan akan lebih
mudah membimbing ranting baru menjadi ranting yang mandiri. Pelatih bisa
membuat variasi acara disesuaikan dengan situasi yang berkembang di ranting
yang bersangkutan. Susunan acara dibuat untuk waktu 4 (empat) bulan yang berisi
kegiatan Rohani, Beladiri, Organisasi dan Rekreasi.
B. Target Latihan
1.
Memperkenalkan bentuk-bentuk kegiatan THS-THM kepada calon anggota di ranting
baru
2.
Membimbing para calon anggota di ranting baru sampai bisa melaksanakan sendiri
kegiatan tersebut.
3. Memotivasi para calon anggota di ranting baru agar
tetap bersemangat melaksanakan kegiatan di THS-THM.
C. Persiapan
Sebelum kegiatan latihan dilaksanakan, pelatih yang
ditugaskan membuka ranting baru hendaknya melakukan persiapan-persiapan
terlebih dahulu. Persiapan itu meliputi ijin dari Pastor, Kepala Sekolah, atau
Dewan Paroki tempat latihan dilangsungkan; persiapan tempat dan peralatan
latihan, dan lain-lain. Pelatih sendiri perlu mengadakan persiapan pribadi
terutama mengenai materi yang akan dilatihkan. Dalam melaksanakan kegiatan ini
para pelatih membawa nama organisasi THS-THM. Dengan demikian hendaknya para
pelatih melakukan persiapan sebaik mungkin agar tidak mengecewakan calon
anggota di ranting baru, yang pada akhirnya akan mengenai juga nama baik
organisasi.
D. Acara Latihan
1. Bulan Pertama :
( a. Rohani )
• Berdoa bersama
• Membaca Kitab Suci
• Renungan
( b. Beladiri )
• Memperkenalkan silabus materi
beladiri, meliputi gerakan dasar, jurus, pernafasan, dan pertarungan: dengan
arah pengembangannya.
• Senam pemanasan, peregangan, dan
latihan pelenturan dan penguatan otot.
• Latihan awal pernafasan,
membedakan nafas dada dan perut, meditasi.
• Latihan kuda-kuda, melatih dasar
langkah, sebagian pukulan, tangkisan, dan tendangan.
( c.
Organisasi )
• Memperkenalkan organisasi THS-THM,
sejarah, kepemimpinannya, cara kerja, penyebarannya.
• Mengajak para calon anggota untuk
berani tampil dan menghargai yang sedang tampil di muka
• Mengadakan pemilihan ketua
kelompok, sekretaris, dan bendahara.
• Mejelaskan tugas-tugas pengurus
ranting dan membimbing agar tugas-tugas tersebut (presensi, iuran, dan
lain-lain) bisa berjalan.
2. Bulan Kedua :
( a. Rohani )
• Memperkenalkan cara-cara
pendalaman iman yang lain. Mulai dengan sharing, menceritakan pengalaman rohani
masing-masing.
• Diharapkan sudah mulai terjalin
keakraban dan kebersamaan
( b. Beladiri )
• Latihan jurus, pemusatan tenaga,
dan penambahan materi sesuai dengan silabus
( c.
Organisasi )
• Latihan kepemimpinan dengan praktek
langsung memimpin teman-temannya.
• Pada bulan kedua pelatih mulai
menyerahkan kepemimpinan latihan kepada para anggota,. Caranya bisa dengan
membagi materi latihan kepada para anggota, pelatih mendampingi latihan dan
membenarkan kesalahan tanpa harus merendahkan pemimpin latihan. Diusahakan
setiap anggota memperoleh kesempatan yang sama.
3. Bulan Ketiga :
Kegiatan
bulan ketiga merupakan kelanjutan dari kegiatan bulan kedua. Pada masa ini
biasanya ada beberapa anggota merasa tidak cocok, malas, dan lalu absen. Tetapi
sesuai dengan prinsip organisasi kegiatan tetap harus berjalan biarpun anggota
menyusut. Bila ada pengurus yang banyak absen, langsung dipilih penggantinya.
Kegiatan tidak bisa terganggu oleh orang-orang yang malas.
Mulai bulan
ini kirimkan wakil-wakil ranting untuk mengikuti Rapat Bulanan dan Pemusatan
Latihan. Bila ada acara latihan bersama, tawarkan pula kepada mereka untuk
mengikutinya. Hal ini dimaksudkan supaya mereka bisa mengenal kegiatan THS-THM
lebih jauh.
4. Bulan Keempat :
Bulan keempat
merupakan bulan penentuan bagi suatu ranting baru apakah bisa diresmikan atau
tidak. Pelatih hanya mendampingi latihan untuk menguji kemampuan para calon
anggota berlatih sendiri.
Kemudian
ranting baru diberi tawaran untuk peresmian. Bika mereka berani, maka ketua
ranting diminta mengajukan permohonan peresmian ranting. Surat permohonan ini
diperkuat oleh pelatih ranting tersebut.
Pelatih sendiri melalui laporan bulanannya kepada
Koordinator Distrik memberikan rekomendasi untuk Pendadaran dan Pelantikan
Anggota Baru.
E. Laporan Bulanan Pelatih
Para pelatih
wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Koordinatorat Distrik atau
Koordinatorat Nasional yang menugaskannya. Laporan berisi tentang perkembangan
tugas yang dilaksanakannya. Sebagai pegangan format laporan bisa disusun
sebagai berikut :
1. Laporan bulan ke :
2. Nama Ranting :
3. Alamat tempat latihan :
4. Hari dan waktu latihan :
5. Materi latihan yang diberikan
bulan tersebut :
6. Suasana dan semangat latihan :
7. Masalah yang dihadapi :
8. Usaha pemecahan masalah yang
telah dilaksanakan :
9. Rencana untuk bulan berikutnya :
10. Catatan lain :
11.
Identitas (nama, ranting dan tanda tangan pelatih)
F. Lain-lain
Hal lain yang belum tercantum pada lembaran ini akan
disesuaikan kemudian. Semoga dapat membantu latihan untuk ranting baru
Langganan:
Postingan (Atom)