Rabu, 18 Desember 2013

SELAYANG PANDANG THS-THM

SELAYANG PANDANG THS-THM

1985-2011

disusun sebagai
Dokumen Organisasi THS-THM
dalam rangka audiensi dengan
Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta
Mgr. Julius Cardinal Darmaatmadja, SJ.
Salam Gloria !

Semangat pewartaan Sabda dan Cinta Kasih Allah menyongsong tahun 2000 di Jakarta telah diusahakan oleh sekelompok Muda-mudi Katolik sejak 10 Nopember 1985. Para remaja seminari (Calon Imam) yang kemudian bersama sejumlah Muda-mudi di Paroki St. Fransiskus Xaverius, Tanjungpriok ini memilih olahraga seni beladiri pencaksilat (warisan budaya bangsa) sebagai sarana mendalami iman Katolik, yang pada masa itu dan sampai kini masih dirindukan kehadirannya di tengah-tengah kegiatan Gerejawi. Para remaja ini telah beraktivitas selama lebih dari 12 tahun, menyatu dalam kegiatan-kegiatan di sebagian besar Paroki dan Sekolah Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Pasang surut kehidupan organisasi ini telah mewarnai bahkan menyita perhatian umat katolik KAJ termasuk para Imam, Rohaniwan-rohaniwati, dan di beberapa kesempatan juga melibatkan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta terdahulu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Kesempatan sangat membahagiakan yang baru pertama kali kami alami, yaitu beraudiensi dengan Bapa Uskup ini akan kami gunakan untuk bercerita mengenai banyak hal yang telah kami tekuni dan persembahkan bagi Gereja Allah sejak organisasi ini dibentuk. Oleh karena itu selain audiensi, kami juga menyajikan dokumen ini dalam rangka menjalin pertalian mesra "anak-anak" dengan "bapanya", sehingga keluarga besar THS-THM setelah belasan tahun mengembara, dapat semakin tinggi melambungkan harapan kiranya Allah Bapa di Surga melalui perantaraan Bapa Uskup berkenan mengakui keberadaan, merestui, dan akhirnya mendampingi setiap langkah kami. Harapan pendampingan yang kami impi-impikan hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, semoga semakin dapat mewujudkan suatu bentuk karya mensukseskan rencana-rencana dalam rangka membuat Tuhan Yesus dan Bunda Maria semakin dicintai di tengah gelombang dunia memasuki abad ke-21. Dokumen kerja THS-THM ini diawali dengan penggalan kisah umum mengenai THS-THM yang banyak diketahui umat di Indonesia, tidak terkecuali di KAJ. Kami menyajikan kisah berikut seperti juga dikisahkan oleh Dewan Pendiri THS-THM pada semua warga THS-THM di mana saja berada, yang kemudian juga disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkompenten dalam kiprah THS-THM di gereja dan masyarakat.

Dewan Pendiri THS-THM

Suatu dewan yang beranggotakan para perintis dan pendiri serta pemrakarsa bentuk-bentuk idealisme kegiatan THS-THM. Mereka terdiri dari sebelas pria berikut ini : Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta); Dr. RMS Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta); St. Adi Satriyo Nugroho, SPd. (Timor Timur); YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta); Brigjen TNI (Purn) Ign. Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd. (Yogyakarta); Benediktus Wiharto, SH. (Bandung); Rm. AG. Luhur Prihadi, Pr. (Pematangsiantar); Rm. R. Heru Subyakto, Pr.(Magelang); Drs. Petrus Agus Salim (Jakarta); A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan) bersama dengan empat wanita berikut ini : Dra. MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta); Ibu Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta); M. Sri Selastiningsih, SE. (Jakarta). Dalam design yang diharapkan sebenarnya akan ada anggota pria dan wanita masing-masing dua belas orang dalam Dewan Pendiri. Angka 12 diturunkan dari jumlah rasul Yesus. Setiap anggota Dewan Pendiri ditentukan dengan pertimbangan seluruh anggota, tidak ada pemecatan terhadapnya, dapat keluar atas permintaan sendiri atau karena tindakan yang jelas bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM ini; seperti terjadi pada mantan anggota Dewan Pendiri : Rm. J. Sandharma Akbar, Pr. (Bogor) yang telah menjalankan kegiatan bertentangan dengan azas pendirian organisasi Katolik THS-THM; serta dua anggota lain yang karena suatu keadaan telah mengundurkan diri dengan baik dan tetap dikenang jasa dan kerjasamanya : Lettu (TNI) FP. Krisdaryadi (Surabaya) dan Ning Suyanto (Yogyakarta). Untuk memelihara jumlah anggota dewan suatu langkah penggantian dilakukan. Sebagian anggota dewan telah terlebih dahulu mempersiapkan kehadiran THS-THM sejak awal 1980-an : Frater Hadiwijaya, Dokter Haripurnomo dan Psikolog Emmy Putraningrum, serta para siswa seminari Mertoyudan yaitu Adi, Heru, Luhur, Lilik, Wiharto, Prasetyo dan Kris serta sejumlah murid seminari Mertoyudan lain. Beberapa individu pernah diperbincangkan untuk menjadi anggota dewan dan tidak diambil keputusan untuk menetapkannya.

Model organisasi

Dewan Pendiri yang telah terpanggil untuk mendirikan perkumpulan THS-THM ini sangat berharap buah kegiatan-kegiatan dalam THS-THM dapat dihayati sebaik-baiknya : seutuhnya menjadi seorang Indonesia yang beriman Katolik yang sehat jasmani, rohani dan sosial. Pembinaan iman merupakan tujuan utama organisasi. Ketentuan organisasi untuk memiliki seorang pastor moderator sungguh diusahakan dengan memohon penunjukkannya oleh Uskup setempat. THS-THM dalam segala kegiatannya hendaknya selalu berupaya mendapat bimbingan rohani dari pastor setempat. Dengan terang ajaran Gereja sungguh diharapkan anggota-anggota THS-THM menjadi warga negara Indonesia yang sebaik-baiknya. Dewan Pendiri sedang berupaya agar THS-THM menjadi resmi keberadaannya bagi Konferensi Waligereja Indonesia. Dewan Pendiri beserta anggota-anggota yang bergabung dengan setia ingin mempersembahkan suatu organisasi yang tertib kepada KWI. Sebagai suatu organisasi yang mempunyai seni beladiri pencaksilat sebagai ciri khas di antara gerakan-gerakan dalam Gereja, THS-THM wajar untuk mempertimbangkan diri mengikuti ikatan pencak silat nasional. Karena pembinaan iman merupakan yang utama dalam THS-THM maka meletakkan diri sebagai suatu gerakan dalam Gereja adalah kecenderungan utama dalam THS-THM. Di dalam berbagai lembaga, ada dorongan untuk mempertimbangkan apakah THS-THM ini berkategori olahraga atau rohani. THS-THM cenderung untuk menyatakan mempunyai kedua sifat olahraga dan rohani. Bila demi kepentingan administratif dalam suatu lembaga salahsatu kategori harus dipilih maka THS-THM memilih : kategori Rohani.

Kepribadian, tenaga dalam dan penyembuhan

Anggota-anggota THS-THM berlatih olahraga dan dengan tulus suci mendalami iman dan secara aktif menyadari diri berupaya menjalankan Sabda Tuhan. Dalam banyak keadaan sepatutnya orang memang bertanya tentang gejala-gejala yang terjadi seperti benda keras yang patah ketika dipukulkan pada tubuh anggota THS-THM, keletihan dan keputusasaan yang dialami seseorang dalam melakukan tindak dan kata yang tak jujur terhadap anggota THS-THM, penyembuhan yang terjadi pada beberapa kasus, dan sebagainya. Bagi anggota THS-THM keadaan itu diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Beberapa pihak mengira "tenaga dalam", "kesaktian" dan "kharisma penyembuhan" merupakan suatu daya yang menjadi "komoditas" THS-THM. Frater Hadiwijaya yang sedang belajar teologi, Dokter Haripurnomo yang sedang belajar dan mengajar di Fakultaas Kedokteran, dan Emmy Putraningrum yang adalah seorang psikolog, sejak awal pembinaan untuk dasar-dasar organisasi ini, sangat menyadari keberadaan gejala-gejala itu. Mereka, kemudian bersama siswa-siswa keluaran Seminari Mertoyudan yang menjadi anggota Dewan Pendiri, berteguh kepada prinsip olahraga dan doa. Kedisiplinan berlatih fisik beladiri, kedisiplinan berdoa, keteguhan berbuiat sesuai dengan ajaran Gereja merupakan hal utama. Diharapkan organisasi olahraga beladiri pencaksilat ini menjadi sarana untuk mlengkapi pembentukan kepribadian seutuhnya seorang seminaris, atapun orang muda Katolik pada umumnya. Hasil samping dari upaya latihan fisik dan latihan rohani yang tulus dan sungguh-sungguh perlu ditanggapi dengan suci. Frater Hadi, Dokter Hari dan Psikolog Emmy, dan kemudian seluruh Dewan Pendiri THS-THM, tidak menawarkan atau mengajarkan tenaga dalam, kesaktian atau kharisma penyembuhan yang tidak dapat dipetanggungjawabkan atau dijelaskan secara sistematik dalam paket kegiatan organisasi THS-THM. Upaya tulus dan sungguh-sungguh untuk meresapi Sabda Tuhan melalui ajaran Gereja dan latihan olahraga beladiri harus dipandang sebagai suatu kesatuan. Sungguh tidak diharapkan kecurigaan akan rahmat Tuhan yang mewujud pada kegiatan anggota THS-THM sebagai "kekuatan setan" pada keadaan dimana sudah dengan tulus suci dan sepenuhya sadar seseorang anak Gereja Katolik berlatih fisik sekaligus meresapi Sabda Tuhan dalam konteks Gereja Katolik dan dibawah bimbingan Iman Katolik. Sungguh tidak diharapkan tuduhan bahwa THS-THM membibitkan agresivitas dengan berolahraga beladiri. Pendapat sederhana anggota THS-THM: Kemampuan beladiri harus dijiwai dengan ajaran moral Gereja. Percikan filsafat dalam organisasi THS-THM yang bersifat Katolik ini, antara lain: Kemampuan beladiri setinggi-tingginya tercapai ketika dalam suatu pertentangan benturan fisik tidak terjadi. Juga, mengasihi sedemikian rupa hingga pertentangan tidak terjadi. Juga, karena mengasihi sesama maka segala daya kemampuan sedapat-dapatnya dibina agar dapat melayani sepenuh-penuhnya manakala diperlukan. Doa dalam THS-THM bukanlah mantra kesaktian melainkan pernyataan yang sadar akan kedekatan dengan Tuhan. Setiap gerak dalam beladiri THS-THM harus dilandasi dengan iman dan kerendahan hati seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus. THS-THM tidak melakukan klaim penyembuhan yang mistik yang tidak dapat diterangkan secara bersama. Hendaknya dapat dimengerti bahwa organisasi yang muda ini melayani juga beberapa individu yang baru bergabung yang seringkali sudah mempunyai pemahaman dan perangai pribadi yang berada pada jalur tenaga dalam, kesaktian dan kharisma penyembuhan yang berbeda dengan THS-THM. Sungguh diharapkan suatu pengertian bahwa dalam THS-THM individu-individu ini dilayani untuk melnjalani proses agar pada akhirnya berjalan searah bersama ilmu dan ajaran Gereja.

Meditasi, orang-orang dewasa dan pembinaan generasi muda.

Doa dan meditasi sudah selalu dilakukan oleh siswa-siswa Seminari Mertoyudan, yang berlatih beladiri pencaksilat, yang kemudian menjadi anggota Dewan Pendiri. Semula memang paket kegiatan beladiri, pendalaman iman, organisasi dan rekerasi, oleh para anggota Dewan Pendiri akan ditawarkan hanya kepada siswa dan mahasiswa seminari (itulah asal nama Tunggal Hati Seminari). Dengan segera disadari bahwa seminari perlu dimengerti dalam arti lebih inklusif: pembinaan generasi muda Katolik yang lebih luas. Ketika kemudian segera lebih disadari bahwa generasi muda itu meliputi putera maupun puteri, muncullah nama Maria. Kemudian, terjadilah nama THS-THM yang kini telah sangat mengakar bagi suatu kesatuan organisasi THS-THM. Ketika minat orang-orang dewasa timbul untuk bergabung, suatu penyederhanaan gerak perlu dilakukan. Banyak peserta dewasa tidak dapat memulai melakukan gerak olahraga beladiri pencaksilat secara penuh. Bagi orang-orang dewasa ini dalam THS-THM ditawarkan paket kegiatan meditasi. Meditasi THS-THM berwarna sama dengan olahraga beladiri pencaksilat THS-THM. Anak-anak muda tidaklah dilarang untuk mengikuti meditasi THS-THM. Memasuki pertengahan dekade 1990-an, penyederhanaan gerak secara nyata telah dipelopori oleh Dewan Pendiri bersama Kolonel TNI (Purn) Dr. Ign. Karmadji (alm.1996) beserta Ibu Yvonne Karmadji, pasangan suami isteri A. Sandiwan Suharto dan beberapa pasutri lain di KAJ. Penyederhanaan gerakan ini dimasyarakatkan melalui latihan rutin dan dikelola dalam wadah perkumpulan berbentuk paguyuban yang setelah dikaji secara mendalam diberi nama Doa dalam Gerak Meditasi AISURTO, berasal dari Jurus-jurus inti Beladiri Pencaksilat THS-THM: A, I, S, U, R, T, dan O. Kini paguyuban latihan ini sudah memasyarakat dalam bentuk pusat-pusat latihan di rumah kediaman sejumlah kecil Keluarga Katolik di Keuskupan Agung Jakarta. Karena dipandang bahwa pola pembinaan generasi muda perlu berada dalam suatu sistem yang memadai, maka dirasa perlu bahwa olahraga beladiri pencaksilat pada anak-anak muda dan meditasi pada orang-orang dewasa ada bersama dalam satu organisasi THS-THM. Anak dan orang tua ada bersama dalam organisasi THS-THM. Anak-anak muda yang kelak menjadi lebih tua tetap mempunyai wadah dalam THS-THM dengan paket kegiatan yang secara fisik tetap dapat dipenuhi dengan memadai. Dengan penuh kerendahan hati dan bersih dari hasrat pembebasan diri yang berlebihan, generasi muda memahami bahwa pembinaan mempunyai arti yang terbuka baik untuk membina diri maupun dibina dalam ajaran Gereja. Kesulitan ada pada individu-individu, muda maupun tua, yang berhasrat bebas diri yang terlalu besar hingga tidak mau dibatasi oleh aturan hidup bersama yang wajar dalam masyarakat, keluarga, organisasi maupun hirarki. Terhadap individu-individu ini sungguh sulit diterapkan arti pembinaan yang sesungguhnya justru sangat dibutuhkan.

Guru Besar dalam "perguruan" THS-THM

Sangat dipahami orang menanyakan siapa Guru Besar perguruan pencaksilat seperti THS-THM ini. Frater Hadi, sebagai pelatih pertama dan utama dalam pencaksilat THS-THM, beserta individu-individu yang mendampinginya secara sadar sejak dini tidak menghendaki keberadaan atribut seperti itu bagi pribadi manapun dalam THS-THM. Jurus-jurus pencaksilat dengan sadar dibangun bersama. Pertimbangan beladiri, anatomi serta fisiologi, psikologi dan teologi diolah dalam pembentukan jurus-jurus. Pertimbangan-pertimbangan keorganisasian diolah secara bersama. Salah seorang dari beberapa peneliti ilmiah atas THS-THM pernah menyampaikan kesan mendalamnya bahwa dalam "perguruan pencaksilat" ini tidak ada Guru Besar selain Yesus Kristus.

Buah-buah yang harus terus dikembangkan

Dengan rendah hati disampaikan bahwa buah yang benar dari misi THS-THM masih perlu terus dipantau, dengan pertolongan Roh Kudus. Penilaian yang jujur sungguh diperlukan dari pihak yang independen. Buah yang baik dan besar barulah merupakan sesuatu yang dianggap akan datang. Buah-buah kecil diantaranya dapat dijumpai di lapangan, seperti:
"Di daerah ini THS-THM membuat muda-mudi mulai dekat dengan Injil"
"THS-THM di sini menjauhkan anak-anak dari perbuatan minum-minuman keras"
"Anggota-anggota THS-THM mau membawa pergi piring kotor dari meja makan dan mencucinya"
"Anggota-anggota THS-THM mau bersukarela membantu persiapan misa"
"Saya merasakan sebenarnya sungguh tidak mudah menahan diri agar tidak melakukan kekerasan. Syukur bahwa saya telah berhasil menahan diri dan tidak menyamakan diri dengan perilaku orang yang saya anggap tidak benar itu."
"Ketika rekan-rekan buruh yang dipercayakan pada saya ditindas, untuk memperjuangkan hak asasi mereka, saya mempertaruhkan karir saya."
"Anggota-anggota THS-THM tanpa mewakili golongan manapun berada di tengah-tengah perjuangan para relawan membantu korban era reformasi."

Beberapa perkara kecil lainnya yang diharapkan dari anggota-anggota THS-THM adalah : Ketekunan dan ketahanan dalam belajar di sekolah; usaha jujur untuk mendapat nilai sebaik-baiknya di sekolah; penghormatan kepada orang tua, guru dan senior yang telah berjasa; bantuan bagi orang tua pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana; persaudaraan; solidaritas dengan sesama terutama yang lebih lemah; kegembiraan bagi kebahagiaan kawan; dukungan yang tulus bagi kawan yang sedang mengalami kemalangan; pemilihan cara suci untuk mengatasi permasalahan; menghargai jasa kawan dan tidak melebihkan jasa diri; penangkalan terhadap segala kesombongan (fisik, material, sosial, intelektual, maupun rohani); percaya diri dan tidak takut menanggung kebenaran; dengan tulus mendamaikan dan membawa keceriaan bagi lingkungan. Berbagai kegiatan latihan disesuaikan dengan keadaan-keadaan setempat untuk membangun buah-buah kebajikan Kristiani itu. Paket olahraga beladiri pencaksilat, pendalaman iman, organisasi dan rekreasi dapat dan hendaknya memang dimanfaatkan untuk menghasilkan buah kebajikan itu. Sebagai salah satu dari pelbagai pola pembinaan rohani generasi muda Katolik, THS-THM menyadari perannya merupakan bahagian saja dari semua yang bergerak dalam Gereja Katolik. Karena kesadaran sebagai bahagian dari gerakan Gereja inilah maka THS-THM akan terus berupaya sebaik-baiknya mengembangkan hasil karya organisasi dalam jalurnya seperti sekarang ini. Karena THS-THM diakui mempunyai daya kemampuan untuk membawa generasi muda Katolik mencapai buah-buah kebajikan itu, maka sebenarnyalah diperlukan kesempatan lebih luas untuk eksistensinya dan uluran kerjasama dari semua pihak. Dalam segala keterbatasan dan kekurangan yang masih dimilikinya THS-THM sepatutnya lebih aktif menghimbau dan memperkenalkan diri.

Penyesuaian Struktur Organisasi THS-THM

Musyawarah Nasional I THS-THM di Muntilan tahun 1992, disadari sebagai tonggak sejarah profesionalisme dalam berorganisasi yang ingin ditegakkan. Ditandai dengan pengesahan AD/ART dan pembentukan kepengurusan tingkat nasional yang disebut Dewan Pimpinan Pusat, yang sebelumnya kendali organisasi ditangani langung oleh Dewan Pendiri. Kemandirian yang coba diwujudkan bagi THS-THM itu menimbulkan efek-efek yang berakibat bagi eksistensi THS-THM itu sendiri. Beberapa pihak mencermati bahwa THS-THM dengan performanya mencoba mengidentifikasi diri dalam organisasi kemasyarakatan atau profesional murni, sementara di beberapa pihak yang lain menterjemahkan hal tersebut sebagai usaha mendekatkan ajaran-ajaran Gereja pada masayarakat majemuk. Akibat dari disinformasi mengenai THS-THM sedikit banyak membawa dampak melemahnya animo anggota dan simpatisan latihan THS-THM. Organisasi ini, terutama di Jakarta menjalani "kemarau" berupa krisis kepercayaan anggota dan para pendukung-pendukung idealisme yang dahulu pernah sangat setia mendampingi THS-THM. Keadaan konkret berupa penolakan izin tempat latihan dari pihak Gereja maupun Sekolah Katolik yang bila diperbincangkan alasan-alasannya berpangkal pada sebuah pertanyaan semacam ini : "Apakah organisasimu ini sudah terdaftar pada Keuskupan Agung Jakarta?". Secara jujur dan rendah hati anggota-anggota THS-THM tidak mampu menjawab jenis pertanyaan di atas, dan dengan hati masgul menjinjing kembali tas kecil berisi Kitab Suci dan pakaian latihannya pulang ke rumah, lalu melakukan doa dan gerak beladiri di ruang belajar atau halaman belakang yang sempit. Menanggapi fenomena tersebut, para pengurus THS-THM bersama Dewan Pendiri, sesuai aturan organisasi mengadakan Musyawarah Nasional II dengan nuansa spiritual yang lebih kental sehingga dirubah istilahnya menjadi Retret Besar THS-THM. Pertemuan nasional tersebut menyepakati beberapa hal pokok terutama mengenai penyesuaian struktur organisasi yang telah berjalan selama 5 tahun dalam bentuk Dewan Pimpinan, dirubah menjadi bentuk Koordinatorat yang memiliki komando operasional terpenting di tingkat Distrik, yaitu regio THS-THM seluas/setingkat Keuskupan/Kesukupan Agung. Struktur demikian menghendaki pengurus Koordinatorat Distrik lebih mampu mengantisipasi segala bentuk kegiatan THS-THM dengan sepenuh-penuhnya di bawah naungan Keuskupan, kemudian juga Paroki-Paroki dan Lembaga-lembaga di bawahnya. Koordinatorat Nasional merupakan pengurus induk organisasi yang lebih mempedulikan semata-mata uniformitas dan kelestarian idealisme THS-THM sebagai unsur koordinasi dan distributor informasi bagi Distrik-Distrik THS-THM. Tanpa membuang maknanya, AD/ART digabungkan dan dirubah namanya menjadi Statuta, serta istilah-istilah lain yang kurang mencerminkan semangat atau nuansa Gerejawi disesuaikan. Maka dari itu, sesuai kapasitas organisasi dan dilandasi dengan kesadaran yang mendalam akan kerinduan memperoleh eksistensi formal kelembagaan bagi THS-THM di Jakarta, maka kami yang saat ini berdomisili sehingga menjadi umat Keuskupan Agung Jakarta mempersembahkan karya kaum muda Gereja yang sudah dirintis sejak belasan tahun lalu ini ke hadapan Tuhan melalui Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Cardinal Darmaatmadja, SJ. dalam audiensi dan Dokumen Tertulis ini.

Menanggapi situasi negara saat ini

Organisasi THS-THM, terutama di Keuskupan Agung Jakarta, sudah sangat berperan dalam menggalang kegiatan muda-mudi Katolik sejak organisasi ini berdiri. THS-THM memiliki kepedulian pada situasi yang dialami gereja dan bangsa Indonesia. Sesuai dengan semboyan "Pro Patria Et Ecclesia" maka THS-THM tergugah untuk turut menanggapi gejolak yang muncul di tengah-tengah bangsa Indonesia sejak awal tahun 1998. Panggilan hati nurani setiap anggota THS-THM untuk berkiprah dalam menampilkan patriotisme/militansi demi kemanusiaan mulai memuncak dan tidak dapat dibendung lagi sejak tragedi Mei 1998. Keluarga Besar THS-THM menyatukan semangat dengan setiap patriot negeri ini dalam wujud:
·        Bergabungnya sebagian aktifis THS-THM dalam Tim Relawan untuk kemanusiaan asuhan Romo Ign. Sandyawan, SJ. guna menolong korban fisik dan psikis tragedi Mei 1998.
·        Dikeluarkannya himbauan dari Koordinatorat Nasional THS-THM untuk segenap keluarga besar THS-THM di Indonesia untuk melakukan gerakan penghematan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
·        Bergabungnya sebagian mahasiswa anggota THS-THM di Jakarta dan kota-kota lainnya dalam aksi demonstrasi dalam mengikuti arus reformasi, yang salah satunya menyebabkan tewasnya salah satu anggota THS-THM : B.R. Norma Irmawan (Wawan), Mahasiswa Unika Atma Jaya, pada Insiden Semanggi - Nopember 1998.
·        Bergabungnya sebagian anggota THS-THM Jakarta dengan warga masyarakat dalam kontak informasi untuk mengantisipasi menjaga rumah ibadat dan kompleks persekolahan/rumah sakit Katolik menyusul tragedi Ketapang, Nopember 1998.
·        Bergabungnya sebagian anggota THS-THM Kupang dan SoE dengan warga masyarakat dalam turut menjaga rumah ibadat dan rumah warga umat Muslim seputar peristiwa kerusuhan Kupang, Desember 1998.
  • Dan peran serta anggota THS-THM dalam menaggapi tuntutan reformasi negeri ini yang tidak dapat terdeteksi oleh pengurus pusat THS-THM.

    Oleh karena itu, keluarga besar THS-THM tanpa mengatasnamakan pengurus Koordinatorat Nasional, Koordinatorat Distrik Jakarta, maupun unsur-unsur kepengurusan THS-THM yang lain, memberanikan diri mempercepat persiapan kami dalam beraudiensi dengan Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta, guna berdialog dan merumuskan suatu sikap yang dapat menenteramkan suasana hati segenap umat beragama di Indonesia. THS-THM yang sangat terbuka bagi upaya-upaya apa pun berkaitan dengan kedamaian umat manusia menyatakan S I A P bergabung bersama Yang Mulia Bapa Uskup Agung Jakarta beserta segenap Imam, Rohaniwan/wati, termasuk berbagai pihak yang sejalan dengan upaya kemanusiaan di Indonesia.

TUNGGAL HATI SEMINARI - TUNGGAL HATI MARIA
Fortiter in Re, Suaviter in Modo

Sejarah THS-THM
Dewan Pendiri dan Motto Perjuangan

Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta); Dr. RMS Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta); St. Adi Satriyo Nugroho, SPd. (Timor Timur); YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta); Brigjen TNI (Purn) Ign. Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd. (Yogyakarta); Benediktus Wiharto, SH. (Bandung); Rm. AG. Luhur Prihadi, Pr. (Pematangsiantar); Rm. R. Heru Subyakto, Pr. (Magelang); Drs. Petrus Agus Salim (Jakarta); A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan)
bersama dengan empat wanita berikut ini :
Dra. MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta); Ibu Imam Kuseno Miharjo (Jakarta); Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta); M. Sri Selastiningsih, SE. (Jakarta).
Kemudian berkibarlah bendera Beladiri Pencak Silat Katolik Tunggal Hati Seminari, dengan motto perjuangannya "Pro Patria et Ecclesia" - Demi Bangsa dan Gereja. Adapun cara melaksanakan perjuangan kerasulannya adalah "Fortiter in Re Suaviter in Modo" - Kokoh prinsip pendiriannya namun luwes lembut cara mencapainya. Dengan kata lain, sikap yang mau ditampakkan yaitu sikap berani, ulet dan rendah hati. Menghadapi kekerasan dan kekasaran - Berani. Bertemu kebaikan dan kehalusan budi - itu yang dicari. Semua tindakan dan kegiatan dipersembahkan hanya untuk kemuliaan kepada Tuhan.

organisasi THS semakin dikembangkan oleh para seminaris sebagai panggilan. Mulailah THS ini berkembang ke paroki-paroki yang lainnya, yaitu paroki St. Alfonsus, Pademangan dan Santa Anna, Duren Sawit. Tidak ketinggalan sekolah-sekolah juga dimasuki, yaitu SMP St. Fransiskus II, Cilincing; SMP Tarakanita I, II, III dan IV. THS dikembangkan oleh beberapa Pastor, beberapa Suster, beberapa Frater, beberapa orang tua, beberapa Seminaris dan sekelompok muda-mudi Katolik yang senang untuk membina anak muda.
Perkembangan THS-THM
Tuhan bersabda melalui kitab suci, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa". (Yoh. 15:5). Memasuki tahun 1987, jumlah anggota THS-THM sudah mencapai lebih dari 2300 orang yang tersebar di kota-kota Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, Wonogiri, Muntilan, Bandung, Lampung dan Banjarmasin. Dan sampai sekarang THS-THM terus berkembang seiring dengan bertambahnya waktu, bahkan sampai keluar negeri.
(Sumber: buku pedoman acara Malam Cinta Tanah Air 10 November 1990, HUT THS-THM)

Asas
Tunggal Hati Seminari dan Tunggal Hati Maria berasaskan Pancasila dan beriman Katolik

Sifat
Kehidupan dan hubungan dalam THS-THM bersifat kekeluargaaan, persaudaraan, kebersamaan dan kesetiakawanan dengan semangat Katolik.

Visi
Visi THS-THM adalah terciptanya kader Katolik Indonesia yang sejati.

Misi
Misi THS-THM adalah :
1. Memuliakan Tuhan Yesus dan Bunda Maria dengan menjadi garam dan terang dunia
2. Mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia
3. Mengembangkan dan memperkuat komunitas basis di tempat-tempat kegiatan
4. Menjaga dan mengembangkan keberagaman budaya Indonesia
Kemandirian
Organisasi THS-THM dibentuk oleh rohaniwan Katolik dan kaum awam Katolik secara mandiri dengan tidak berafiliasi pada salah satu organisasi politik manapun
Tujuan
Tujuan THS-THM adalah sebagai berikut:
a.    membina dan mengembangkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sikap mental, nilai-nilai dan tingkah laku yang baik sehingga setiap anggota THS-THM menemukan kepribadian/jatidirinya sendiri dalam beriman Katolik.
b.    membina dan mengembangkan aspek olahraga, beladiri pencak silat, mental spiritual, kebangsaan, seni budaya dan kesehatan dalam menuju masyarakat yang berbudi pekerti luhur sebagai sarana pembangunan manusia seutuhnya.
Fungsi
THS-THM berfungsi sebagai wadah perjuangan kaum awam Katolik untuk mencapai tujuan organisasi dan pembinaan bagi anggota-anggotanya.

Tugas Pokok
Tugas Pokok THS-THM adalah:
a.    Mengusahakan agar THS-THM beserta nilai-nilainya dapat menjadi sarana untuk membangun manusia seutuhnya yang berketahanan jasmani dan rohani, mampu membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan gereja.
b.    Memantau, menampung, menyalurkan serta memperjuangkan terwujudnya aspirasi seluruh jajaran THS-THM.
c.    Merencanakan dan mengembangkan THS-THM beserta nilai-nilainya untuk meningkatkan kemajuan sosial ekonomi, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.   Menggali, melestarikan, mengembangkan serta memasyarakatkan kesenian yang berkembang dalam masyarakat Indonesia khususnya Pencak Silat sebagai karya nyata yang memperkaya seni budaya nasional dan sumbangan bagi seni beladiri universal.

Semboyan
Semboyan THS-THM adalah Pro Patria et Ecclesia yang berarti “Untuk Tanah Air dan Gereja”.

Motto
Motto perjuangan THS-THM adalah Fortiter In Re, Suaviter In Modo yang berarti “kokoh kuat dalam prinsip, luwes lembut cara mencapainya”.

Janji Prasetya
Janji Prasetya Anggota Organisasi Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria berbunyi:
Dengan kemauan sendiri dan itikad baik saya menyatakan: bersedia menjadi anggota Organisasi Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria dengan segala tanggung jawabnya. Apabila saya melanggar ketentuan yang telah digariskan oleh organisasi maka saya bersedia dikeluarkan dari organisasi.
Maka saya berjanji:
1.      Bersedia menjadi pribadi yang rendah hati
2.      Berani menjaga, membela dan mengembangkan nama baik Organisasi
3.      Taat dan setia sampai mati bagi Gereja Katolik Roma
4.      Bersedia taat dan patuh kepada orang tua
5.      Menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Semoga Tuhan Yesus dan Bunda Maria berkenan memberkati Janji Prasetya saya ini, Amin.
Janji Prasetya ini wajib dikumandangkan oleh semua anggota pada setiap kegiatan THS-THM.

Sumber: Statuta THS-THM hasil Sidang Nasional III tahun 2003.

Pendekar Katolik Sejati


TATA CARA PELAKSANAAN PEMBUKAAN RANTING BARU TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA

 Gambar 1. Pembukaan THS-THM Unit Kepelatihan Frateran Podor
Gambar 2. Pendadaran Ranting Riangkemie

TATA CARA PELAKSANAAN PEMBUKAAN RANTING BARU
TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA
(Pedoman Nasional THS-THM No 7 Tahun 2004)

Bab I    PENDAHULUAN
A. Pengantar
Sehubungan dengan perkembangan organisasi, terutama yang menyangkut pembukaan ranting-ranting baru, timbul beberapa permasalahan yang pada dasarnya bersumber pada tidak adanya kejelasan tentang tata cara pelaksanaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut Rapat Kerja Nasional Tahun 2004 mencoba membuat suatu pedoman tata cara pembukaan ranting baru. Pedoman ini disusun setelah mempelajari pengalaman masa lalu yang telah dan sedang membuka ranting baru. Usulan dan saran telah diterima dari berbagai pihak, terutama dari para pelatih, anggota dan calon anggota baru, maupun para Pastor Paroki.
Meskipun demikian harus diakui bahwa pedoman yang disusun ini masih memiliki beberapa kekurangan di sana-sini. Untuk itu dengan rendah hati perlu pembukaan diri untuk menerima usul, saran dan koreksi yang sifatnya membangun, terutama dari para pelatih yang terus bertambah pengalamannya.
B. Tujuan Pembukaan Ranting Baru
Tujuan utama Organisasi THS-THM membuka ranting baru adalah untuk menyebarluaskan bentuk kegiatan ini ke segala penjuru. Dengan semakin tersebarnya kegiatan ini akan makin banyak pula rekan-rekan seiman yang bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan THS-THM. Dengan semakin banyak rekan seiman yang bersedia bergabung dalam organisasi ini maka makin bertambah luaslah persaudaraan kita. Kita akan memiliki Saudara yang tersebar di mana-mana. Akhirnya di dalam semangat persaudaraan ini kita berusaha mempersiapkan, melatih dan membuka diri menjadi pribadi-pribadi yang berwatak luhur, cakap, pemberani, tetapi tetap rendah hati.
C. Waktu Pembukaan Ranting Baru
Harap dibedakan antara Pembukaan Ranting Baru dengan Penerimaan Anggota Baru. Penerimaan Anggota Baru dilaksanakan secara serentak di seluruh ranting setiap 6 (enam) bulan sekali, yakni pada bulan Januari dan bulan Juli. Sedangkan Pembukaan Ranting Baru bisa dilaksanakan sewaktu-waktu bila keadaan memungkinkan.
D. Syarat Pembukaan Ranting Baru
Pembukaan ranting baru bisa dilaksanakan di lingkungan Paroki atau di lingkungan Sekolah, bila di Paroki atau Sekolah tersebut belum ada kegiatan THS-THM. Jadi untuk tiap Paroki atau Sekolah hanya diperbolehkan ada satu ranting THS-THM. Pada waktu mengajukan permohonan untuk pembukaan ranting baru di Paroki atau di Sekolah tersebut harus ada sekurang-kurangnya duabelas orang calon anggota. Selama berlangsungnya latihan untuk ranting baru tersebut jumlah calon anggota bisa ditambah. Bila jumlah calon anggota putra (THS) dan putri (THM) cukup banyak, latihan bisa dipisahkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok THS dan kelompok THM.
E. Tempat Pelaksanaan Latihan
Latihan bisa dilaksanakan di halaman / lapangan atau di aula. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaksanaan latihan tidak mengganggu dan terganggu orang lain.
F. Jadwal Latihan
Latihan dilaksanakan sekali atau dua kali seminggu. Lama setiap latihan sekurang-kurangnya 2 (dua) jam. Waktu selama dua jam tersebut diisi dengan kegiatan Pendalaman Iman, Beladiri, Berorganisasi dan Rekreasi.
G. Peresmian dan Persyaratan Ranting Baru
Calon Ranting baru bisa mengajukan permohonan untuk diresmikan sebagai ranting THS-THM bila telah berlatih selama sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan dan telah memenuhi persyaratan sebagai ranting resmi. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan administrasi, keanggotaan, dan kemandirian, yang diuraikan berikut ini : 1. Persyaratan Administrasi
a. Data Ranting
Calon ranting yang akan diresmikan wajib menyerahkan Data Ranting, yang formatnya tercantum dalam lampiran. Data Ranting tersebut harus diserahkan bersama dengan permohonan peresmian Ranting kepada Koordinatorat Distrik.
b. Dana Solidaritas
Calon ranting wajib menyerahkan dana solidaritas yang dikumpulkan satu kali dari para calon anggota pada saat mereka mendaftar. Besarnya dana solidaritas adalah jumlah kolekte pada misa/ibadat pembukaan ranting baru tersebut. Dana solidaritas tersebut diserahkan untuk dijadikan Dana Abadi Organisasi yang disetorkan langsung ke Rekening Dewan Pendiri THS-THM
c. Laporan Kegiatan Ranting
Calon ranting wajib menyerahkan Laporan Kegiatan Ranting setiap bulan sejak bulan pertama latihan dilaksanakan. Format Laporan Kegiatan Ranting terdapat pada lampiran.

2. Persyaratan Keanggotaan
Persyaratan keanggotaan adalah persyaratan mengenai calon anggota yang akan menjadi anggota di calon ranting yang baru.
a. Pendadaran
Calon anggota baru dari calon ranting baru wajib mengikuti pendadaran, yang secara resmi selenggarakan oleh Koordinatorat Distrik, atau Koordinatorat Nasional, atau Tim Pelatih/Pendadar yang ditugaskan untuk melaksanakan pendadaran bagi calon anggota di ranting baru tersebut.
b. Pelantikan
Jumlah calon anggota aktif pada saat pengajuan peresmian ranting baru minimal 12 (dua belas) orang. Calon anggota tersebut harus sudah mengikuti Pelantikan Anggota Baru sebagai kelanjutan dari Pendadaran.
3. Persyaratan Kemandirian
Persyaratan kemandirian pada prinsipnya merupakan kemampuan calon ranting tersebut melakukan kegiatan secara mandiri tanpa dibantu lagi oleh pelatih
a. Pengurus
Sebagai calon ranting mandiri, wajib membentuk suatu badan pengurus, yang disebut Pengurus Praranting, yang kelengkapannya mengacu pada kelengkapan pengurus Koordinatorat Ranting, seperti tercantum dalam Statuta. Pengurus Praranting belum memiliki hak dan wewenang yang sama dengan Koordinatorat Ranting.
Pengurus Praranting mengurus keperluan penyelenggaraan pusat kegiatan THS-THM sebagai calon ranting dan bertanggung jawab kepada:
1) Koordinatorat Distrik di wilayah Keuskupan-nya
2) Koordinatorat Distrik di Keuskupan lain yang ditunjuk oleh Koordinatorat Nasional karena di wilayah Keuskupan tempat calon ranting itu berada belum ada kegiatan THS-THM
3) Koordinatorat Ranting di wilayah Keuskupan-nya yang ditunjuk oleh Koordinatorat Nasional karena belum terbentuk Koordinatorat Distrik.
4) Koordinatorat Nasional bagi calon ranting dari suatu wilayah Keuskupan yang belum ada kegiatan THS-THM, dalam keadaan Koordinatorat Distrik terdekat tidak memungkinkan melakukan pendampingan.


b. Pelatih
Calon ranting baru harus mampu menyelenggarakan kegiatan secara mandiri tanpa bergantung pada Pelatih yang bertugas/ditugaskan. Dalam kesempatan latihan bersama di tingkat Distrik, calon ranting dapat mengutus beberapa calon anggota yang dipandang memadai dipersiapkan menjadi pelatih, untuk mengikuti pengembangan materi latihan.
c. Tempat Latihan
Calon ranting baru harus memiliki tempat latihan yang tetap dan legal, agar tidak terganggu dan mengganggu aktivitas pihak lain.

Bab II     KEGIATAN  LATIHAN  RANTING  BARU
A. Tujuan Latihan Ranting Baru
Tujuan utama latihan untuk ranting baru adalah memperkenalkan bentuk dan cara kegiatan THS-THM dilaksanakan. Calon anggota ranting baru sebagian besar belum tahu seluk-beluk kegiatan THS-THM. Selama latihan awal berlangsung calon anggota akan semakin mengenal bentuk kegiatan tersebut, sehingga pada waktunya nanti (setelah dilatih selama empat bulan) mereka bisa melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri : tidak perlu pelatih lagi.
B. Tugas Pelatih Ranting Baru
Sesuai dengan tujuan latihan tersebut di atas, tugas pelatih adalah memperkenalkan bentuk-bentuk kegiatan THS-THM dan membimbing calon anggota ranting baru agar bisa melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri. Tugas lain yang perlu dilaksanakan pelatih adalah memotivasi calon anggota ranting baru agar tetap bersemangat dan senang melaksanakan kegiatan latihan.
Dalam melaksanakan tugas memperkenalkan, membimbing, dan memotivasi ini tidak ada cara tertentu yang harus diikuti oleh pelatih yang bersangkutan. Pelatih boleh mengembangkan caranya sendiri sesuai dengan kemampuan dan situasi yang dihadapinya. Targetnya adalah ranting baru bisa mandiri pada waktunya. Bila pelatih mengalami kesulitan ia bisa minta bantuan kepada teman lain, koordinator, pembimbing wilayah, atau senior yang lain.
C. Materi Latihan Ranting Baru
Materi latihan untuk ranting baru meliputi materi Pendalaman Iman, Beladiri, dan Organisasi. Materi Pendalaman Iman pada prinsipnya memperkenalkan dan membiasakan calon anggota ranting baru dengan kegiatan pendalaman iman yang meliputi : berdoa, membaca kitab suci, renungan, dan lain-lain. Materi Beladiri berisi latihan dasar-dasar beladiri sesuai silabus materi beladiri THS-THM. Sedangkan Materi Organisasi adalah pengetahuan tentang tata cara berorganisasi seperti : kepemimpinan, ketrampilan dalam mengemukakan pendapat, berdiskusi, memecahkan masalah bersama, pengetahuan tentang administrasi organisasi, dan lain-lain. Hal yang tak boleh ditinggalkan dalam setiap kali latihan adalah Rekreasi. Kegiatan rekreasi bisa disisipkan di antara waktu latihan materi yang lain.
Yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan materi latihan adalah bahwa materi tersebut di atas tidak harus selesai! Perlu diingat bahwa waktu untuk melatih ranting baru hanya selama 4 (empat) bulan. Jadi sulitlah untuk menyelesaikan seluruh materi dalam waktu yang sesingkat itu. Yang perlu dicapai dalam waktu sesingkat itu adalah kemandirian ranting baru. Artinya, bila pada waktunya nanti pelatih harus melepaskannya, ranting tersebut sudah bisa melaksanakan kegiatannya sendiri tanpa harus dibimbing pelatih.
Bila ranting tersebut sudah mampu mandiri dan diresmikan, tugas pembinan selanjutnya ada di tangan para pengurus Distrik, seperti ranting-ranting lainnya. Jadi tugas seorang pelatih hanya sampai pada memandirikan ranting baru. Selanjutnya bila ranting tersebut sudah mampu berdiri sendiri, pelatih menyerahkannya kepada Pengurus yang menugaskannya.
Untuk memudahkan tugas melatih, para pelatih akan dibekali dengan pedoman kegiatan latihan untuk ranting baru. Meskipun demikian para pelatih diharapkan untuk mampu mengadakan variasi dan perubahan sejauh diperlukan.
D. Laporan Pelatih
Seorang atau sekelompok pelatih yang diberi tugas membimbing suatu ranting baru wajib membuat laporan kepada Koordinatorat Distrik mengenai perkembangan ranting yang dibimbingnya. Laporan ini berisi tentang kegiatan latihan yang dilaksanakan di ranting tersebut, kemajuan yang telah dicapai, hambatan dan kesulitan yang dihadapi, dan catatan-catatan lain yang perlu diketahui oleh Koordinatorat Distrik.
E. Perpanjangan Waktu Latihan Ranting Baru.
Setelah dilatih selama empat bulan sebuah ranting baru diharapkan sudah mampu berdiri sendiri. Tanda sebuah ranting baru mampu bediri sendiri adalah kalau ranting tersebut sudah bisa melaksanakan Kegiatan Ranting Mandiri, dan jumlah anggota aktifnya tidak kurang dari 12 (dua belas) orang. Bila setelah empat bulan dilatih ternyata ranting tersebut belum juga mampu mandiri, maka waktu latihan bisa diperpanjang selama 2 (dua) bulan lagi. Bila setelah waktu perpanjangan ranting tersebut belum mampu juga untuk mandiri, pelatih ranting tersebut bersama Koordinatorat Distrik harus mengadakan evaluasi yang menyeluruh untuk menentukan langkah selanjutnya apakah latihan akan diteruskan atau akan dihentikan.



Bab III   ACARA  LATIHAN  UNTUK  RANTING  BARU
A. Pengantar
Acara latihan ini dibuat sebagai pegangan bagi pelatih yang diserahi tugas membuka ranting baru. Dengan berpedoman pada cara ini pelatih diharapkan akan lebih mudah membimbing ranting baru menjadi ranting yang mandiri. Pelatih bisa membuat variasi acara disesuaikan dengan situasi yang berkembang di ranting yang bersangkutan. Susunan acara dibuat untuk waktu 4 (empat) bulan yang berisi kegiatan Rohani, Beladiri, Organisasi dan Rekreasi.
B. Target Latihan
1. Memperkenalkan bentuk-bentuk kegiatan THS-THM kepada calon anggota di ranting baru
2. Membimbing para calon anggota di ranting baru sampai bisa melaksanakan sendiri kegiatan tersebut.
3. Memotivasi para calon anggota di ranting baru agar tetap bersemangat melaksanakan kegiatan di THS-THM.
C. Persiapan
Sebelum kegiatan latihan dilaksanakan, pelatih yang ditugaskan membuka ranting baru hendaknya melakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu. Persiapan itu meliputi ijin dari Pastor, Kepala Sekolah, atau Dewan Paroki tempat latihan dilangsungkan; persiapan tempat dan peralatan latihan, dan lain-lain. Pelatih sendiri perlu mengadakan persiapan pribadi terutama mengenai materi yang akan dilatihkan. Dalam melaksanakan kegiatan ini para pelatih membawa nama organisasi THS-THM. Dengan demikian hendaknya para pelatih melakukan persiapan sebaik mungkin agar tidak mengecewakan calon anggota di ranting baru, yang pada akhirnya akan mengenai juga nama baik organisasi.
D. Acara Latihan
1. Bulan Pertama :
( a. Rohani )
• Berdoa bersama
• Membaca Kitab Suci
• Renungan
( b. Beladiri )
• Memperkenalkan silabus materi beladiri, meliputi gerakan dasar, jurus, pernafasan, dan pertarungan: dengan arah pengembangannya.
• Senam pemanasan, peregangan, dan latihan pelenturan dan penguatan otot.
• Latihan awal pernafasan, membedakan nafas dada dan perut, meditasi.
• Latihan kuda-kuda, melatih dasar langkah, sebagian pukulan, tangkisan, dan tendangan.
( c. Organisasi )
• Memperkenalkan organisasi THS-THM, sejarah, kepemimpinannya, cara kerja, penyebarannya.
• Mengajak para calon anggota untuk berani tampil dan menghargai yang sedang tampil di muka
• Mengadakan pemilihan ketua kelompok, sekretaris, dan bendahara.
• Mejelaskan tugas-tugas pengurus ranting dan membimbing agar tugas-tugas tersebut (presensi, iuran, dan lain-lain) bisa berjalan.
2. Bulan Kedua :
( a. Rohani )
• Memperkenalkan cara-cara pendalaman iman yang lain. Mulai dengan sharing, menceritakan pengalaman rohani masing-masing.
• Diharapkan sudah mulai terjalin keakraban dan kebersamaan
( b. Beladiri )
• Latihan jurus, pemusatan tenaga, dan penambahan materi sesuai dengan silabus
( c. Organisasi )
• Latihan kepemimpinan dengan praktek langsung memimpin teman-temannya.
• Pada bulan kedua pelatih mulai menyerahkan kepemimpinan latihan kepada para anggota,. Caranya bisa dengan membagi materi latihan kepada para anggota, pelatih mendampingi latihan dan membenarkan kesalahan tanpa harus merendahkan pemimpin latihan. Diusahakan setiap anggota memperoleh kesempatan yang sama.
3. Bulan Ketiga :
Kegiatan bulan ketiga merupakan kelanjutan dari kegiatan bulan kedua. Pada masa ini biasanya ada beberapa anggota merasa tidak cocok, malas, dan lalu absen. Tetapi sesuai dengan prinsip organisasi kegiatan tetap harus berjalan biarpun anggota menyusut. Bila ada pengurus yang banyak absen, langsung dipilih penggantinya. Kegiatan tidak bisa terganggu oleh orang-orang yang malas.
Mulai bulan ini kirimkan wakil-wakil ranting untuk mengikuti Rapat Bulanan dan Pemusatan Latihan. Bila ada acara latihan bersama, tawarkan pula kepada mereka untuk mengikutinya. Hal ini dimaksudkan supaya mereka bisa mengenal kegiatan THS-THM lebih jauh.
4. Bulan Keempat :
Bulan keempat merupakan bulan penentuan bagi suatu ranting baru apakah bisa diresmikan atau tidak. Pelatih hanya mendampingi latihan untuk menguji kemampuan para calon anggota berlatih sendiri.
Kemudian ranting baru diberi tawaran untuk peresmian. Bika mereka berani, maka ketua ranting diminta mengajukan permohonan peresmian ranting. Surat permohonan ini diperkuat oleh pelatih ranting tersebut.
Pelatih sendiri melalui laporan bulanannya kepada Koordinator Distrik memberikan rekomendasi untuk Pendadaran dan Pelantikan Anggota Baru.
E. Laporan Bulanan Pelatih
Para pelatih wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Koordinatorat Distrik atau Koordinatorat Nasional yang menugaskannya. Laporan berisi tentang perkembangan tugas yang dilaksanakannya. Sebagai pegangan format laporan bisa disusun sebagai berikut :
1. Laporan bulan ke :
2. Nama Ranting :
3. Alamat tempat latihan :
4. Hari dan waktu latihan :
5. Materi latihan yang diberikan bulan tersebut :
6. Suasana dan semangat latihan :
7. Masalah yang dihadapi :
8. Usaha pemecahan masalah yang telah dilaksanakan :
9. Rencana untuk bulan berikutnya :
10. Catatan lain :
11. Identitas (nama, ranting dan tanda tangan pelatih)


F. Lain-lain
Hal lain yang belum tercantum pada lembaran ini akan disesuaikan kemudian. Semoga dapat membantu latihan untuk ranting baru